Senin, 30 Mei 2011

Model Pembelajaran Terpadu Melalui Pendekatan Permainan Mencari Pasangan

Selain hal diatas pada usia siswa Sekolah Dasar khususnya siswa kelas III merupakan usia masa bermain yang identik dengan bentuk-bentuk permainan yang menyenangkan, oleh sebab itu bagaimana seorang guru mampu mensiasati kedua hal tersebut diatas dan merancang proses pembelajaran sesuai dengan karakter siswa usia sekolah dasar dan menghindari kejenuhan peserta didik sebagai indikasi menghafal dengan cara konvensional. Hal inilah yang mendorong penulis untuk merancang Model Pembelajaran Terpadu Melalui Pendekatan Permainan Mencari Pasangan.
 Melalui pendekatan sebuah permainan yang mengasikkan tentang materi pembelajaran yang sedang dibahas tentunya secara tidak langsung terjadi proses pembelajaran yang dipadu dengan metode-metode dan lagu-lagu yang ditetapkan dengan mengaktifkan peserta didik serta melalui permainan mencari pasangan siswa akan dapat menghafal tidak lagi dengan cara-cara konvensional. Download

Rabu, 25 Mei 2011

Kreteria Guru Pendidikan Agama Islam

Semakin maju suatu masyarakat, semakin dirasakan pentingnya sekolah dan pendidikan secara teratur bagi pertumbuhan dan pembinaan anak dan generasi muda pada umumnya. Pada zaman primitif atau dalam masyarakat yang sangat sederhana, seperti mereka yang hidup di hutan, di pulau terpencil, atau di tempat yang belum mengenal kemajuan sama sekali, memang sekolah tidak diperlukan oleh orangtua, karena mereka secara tidak sengaja akan melatih anak-anaknya dari kecil mengikuti jalan hidupnya, keyakinan agamanya dan keterampilan sederhana yang dimilikinya, misalnya ke sawah, ladang, mencari kayu atau menangkap ikan. Adat istiadat, sopan santun yang berlaku dalam lingkungan, dipelajari oleh anak secara alamiah, dengan meniru, mencoba atau melatih diri tanpa tuntunan yang pasti.
Kehidupan dan pertumbuhan anak yang seperti itu tidak dapat dipertahankan lagi, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sebegitu jauh, sehingga kepandaian dan keterampilan tidak mungkin lagi berpindah dari generasi tua kepada generasi muda melalui pengalaman hidup dengan orangtua saja, akan tetapi oleh orang yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk itu, yaitu guru. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin banyak bidang ilmu dan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru, sehingga seorang guru tidak akan mampu menguasai segala macam ilmu dan kepandaian, maka perlu ada keahlian dan orang-orang yang mendalami masing-masing ilmu tersebut.
Salah satu bidang ilmu pengetahuan yang didapatkan sejak tingkat sekolah dasar hingga menengah atas ialah Pendidikan Agama. Di dalamnya terdapat banyak cabang, seperti Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Katolik, Pendidikan Agama Budha dan Pendidikan Agama Hindu, di mana bidang-bidang Pendidikan Agama tersebut diajarkan dengan bergantung kepada agama yang dipeluk oleh sang peserta didik. Bila peserta didik beragama Islam maka ia akan mendapatkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Bila peserta didik beragama Kristen maka ia akan mendapatkan materi pelajaran Pendidikan Agama Kristen. Demikian seterusnya.
Seluruh mata pelajaran di atas tentunya memerlukan guru sebagai pihak yang berwenang memberikan pelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian kali ini kami akan memfokuskan penelitian pada kriteria guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang profesional. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan bagaimanakah guru PAI yang profesional itu. Selengkapnya KLIK DISINI.

Rabu, 11 Mei 2011

Rabu, 04 Mei 2011

Tujuan Pendidikan Yang "Diselewengkan"

TUJUAN PENDIDIKAN YANG “DISELEWENGKAN”
Oleh : NAZIRWAN, S.Pd.I

Pendidikan dalam pengertian yang luas merupakan kehidupan yang memberi pengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan manusia sedangkan pendidikan dalam pengertian yang sempit merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang menjadi lebih baik dengan berbagai cara diantaranya melalui proses pengajaran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kegiatan mendidik merupakan kegiatan memberi pengajaran, membuat seseorang memahami, dan dengan pemahaman yang dimiliki peserta didik dapat mengembangkan potensi diri dengan menerapkan apa yang dipelajari.
Para guru dahulunya berpendapat bahwa tugasnya adalah mengajarkan pengetahuan kepada muridnya. Guru biologi minsalnya hanya memegang sebuah atau beberapa buah buku biologi. Ia merasa tugas pokoknya ialah mengajarkan isi buku itu, bab demi bab sampai tamat. Kadang-kadang bab demi bab itu diajarkan secara berurutan. Tugasnya dinggap selesai bila buku itu telah selesai atau tamat diajarkan kepada peserta didiknya.
Sekarang pandangan seperti itu telah ditinggalkan. Di Indonesia, sejak tahun 1975 pandangan telah berubah ke orientasi tujuan. Pandangan ini mengajarkan bahwa tugas guru adalah untuk mencapai tujuan atau merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui standar isi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara umum tujuan pendidikan tersebut disusun dari tujuan yang terkecil yakni tujuan instruksional, tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga tujuan pendidikan dalam cakupan nasional yakni tujuan pendidikan nasional.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan, tentunya tidak akan terlepas dari masalah apa sih sebenarnya tujuan pendidikan itu. Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula. Di Indonesia sendiri, dari masalah pendidikan ini akhirnya muncul polemik-polemik yang harus segera dipecahkan. Kalau boleh bicara jujur, sebenarnya pendidikan di Indonesia ini masih dapat dikatakan belum berhasil. Terbukti dengan semakin tingginya angka pengangguran di setiap tahunnya, masih banyaknya kasus-kasus koruptor, premanisme, dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan belumnya berhasil atau belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan pendidikan sejatinya tidaklah hanya mengisi ruang-rauang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, atau memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, akan tetapi lebih kepada mempersiapkan mereka mengenal Tuhan dan sesama untuk mencapai yang lebih besar bagi kekekalan.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Kiranya tujuan pendidikan tersebut sudah cukup jelas, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dengan demikian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tersebut sesuai dengan harapan masyarakat yakni memanusiakan manusia. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah swt menciptakan manusia di permukaan bumi ini yaitu untuk beriman dan beribadah serta dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah dipermukaan bumi ini. Sebagaimana termaktup dalam al-quran surat Azd Dzariay ayat 56 dan surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” dan “...Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...".
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Ataukah sejalan dan seirama dengan usaha-usaha pendidikan seperti sarana dan prasarana, kebijakan-kebijakan, konsistensi para guru dan kepala sekolah serta kepala dinas pendidikan ? Jawabannya masih diragukan yang seolah-olah tujuan pendidikan tersebut “diselewengkan” oleh pelaku pendidikan itu sendiri.
Kenyataan yang kita lihat dan kita rasakan dilapangan sangatlah jauh berbeda antara tujuan pendidikan yang diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh guru dan lembaga-lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah yang menjadi tempat anak-anak bangsa ini menimba ilmu dan menempah dirinya untuk dididik menjadi manusia yang sesuai dengan fitrahnya.
Sebagian kecil bukti yang bisa kita lihat kenyataan dilapangan seperti jumlah jam pelajaran yang di alokasikan untuk mata pelajaran pendidikan agama di sekolah yakni antara 2 jam pelajaran sampai 3 jam pelajaran per minggu. Khusus untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar hanya 3 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran = 35 menit). Dan mata pelajaran itu pun hanya diajarkan sebatas SMA saja dan pada sekolah tinggi tidak lagi mahasiswa tersebut di bekali dengan pendidikan agama. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa pendidikan agama tersebut adalah tugas para kiyai dan ulama sehingga pembinaannya diserahkan sepenuhnya kepada orang tua mererka masing-masing, sehingga terkesan pihak sekolah ataupun perguruan tinggi tidak lagi bertanggung jawab dalam hal pendidikan agama siswa atau mahasiswanya.
Belum lagi kenyataan dalam pelaksanaan ujian akhir atau ujian Nasional sebagai salah satu syarat yang menentukan siswa tersebut lulus ataupun tidak lulus dengan sistem kelulusan yang sekarang dimana nilai raport dan nilai ujian sekolah ikut menentukan kelulusan dari siswa, sehingga para guru mata pelajaran yang diikutkan pada ujian Nasional disibukkan dengan berbagai usaha untuk meluluskan siswanya dengan tidak meperhatikan dan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Kenyataan ini ditambah lagi dengan usaha-usaha yang mensukseskan siswa untuk lulus dari sekolah tersebut, yang dimulai dari usaha membentuk tim sukses pelaksanaan ujian dan usaha-usaha lainnya. Celakanya lagi yang ikut membentuk dan menjadi tim sukses tersebut adalah gurunya sendiri yang mendidik dan mengajarkan mata pelajaran tersebut. Boleh dikatakan bahwa “tidak perlu siswa belajar sungguh-sungguh toh nantinya waktu ujian akan ditunjukkin juga??!!” sehingga “tidak perlu guru mengajar sungguh-sungguh toh nanti siswa akan lulus juga??!!” benarkah demikian?? Dimana letak keberhasilan dan pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Bahkan usaha yang dilakukan ini bisa mengakibatkan rusaknya jiwa anak itu sendiri sehingga mereka tidak termotivasi untuk selalu belajar untuk mengembangkan diri sehingga jauh harapan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang kita harapkan.
Berkaitan dengan ujian nasional sebagai syarat yang menentukan kelulusan siswa atau dengan kata lain sebagai alat mengukur tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan. Mata pelajaran pendidikan agama tidak diikut sertakan dalam kelompok yang menentukan kelulusan siswa, sehingga dengan sendirinya akan terbentuk pandangan dan pola pikir siswa dan orang tua siswa yang beranggapan bahwa pendidikan agama tidaklah penting untuk dipelajari sebab tidak diujiankan secara nasional dan tidaklah sebagai mata pelajaran yang menentukan kelulusan. Lagi-lagi usaha pendidikan yang dilakukan belum sejalan dan seirama dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan diatas.
Apakah para guru di tanah air ini mengetahui tujuan pendidikan yang sebenarnya ?, ataukah mereka mengetahui tujuan dari pendidikan namun tidak memahaminya ? bahkan mungkin mereka mengetahui dan memahaminya namun tidak melakukan usaha untuk tercapainya tujuan pendidikan tersebut ?. Sehingga terkesan tujuan pendidikan ini diselewengkan oleh pelaku pendidikan itu sendiri. Apabila kita lari dari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan maka kita akan merasakan sendiri akibatnya, baik sebagai anggota masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu akibat dari kegagalan produk pendidikan sebagai konsekuensi dari menyelewengkan tujuan pendidikan atau lari dari tujuan pendidikan adalah lahirnya orang-orang pintar yang menduduki jabatan strategis dan berhak mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik akan tetapi tidak dibimbing dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh sehingga kepintarannya disalah gunakan untuk melakukan Korupsi sedangkan kebijakan yang dikeluarkannya hanya mementingkan sebagian orang saja. Selain itu banyak kita temuakan kegiatan premanisme, hidup matrealistis serta mengabaikan agama dengan memandang agama pada nomor yang kesekian, padahal agama adalah landasan pokok tempat berpijak dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika, matrealisme serta memisahkan agama dengan kehidupan yang dalam hal ini disebut paham sekuralisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan yang dimuat di media masa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan. sebagaimana diungkapkan dalam al-quran surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya “Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan-tangan manusia“.
Segala urusan dunia ini jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Bahkan yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada keimanan dan ketakwaan.
Sudah seharunya pendidikan ini diselenggarakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yakni mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tentunya tidak semudah membalik telapak tangan perlu perjuangan dan pengorbanan bagi semua lapisan masyarakat khususnya para pelaku pendidikan. Namun yang terpenting adalah sebagai seorang pendidik hendaknya mengetahui dan memahami tujuan pendidikan sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas tidak hanya mengedepankan kemampuan kognitif dari anak didik.
Selain itu, sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan diatas, berupaya mengembangkan sekolah yang berbudaya keagamaan (relegius culture), dan menjadikan agama sebagai program keunggulan disekolah masing-masing.
Khusus untuk anak didik yang beragama Islam sebagai jembatan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan, seharusnya tidak ada lagi anak lulusan sekolah yang tidak bisa membaca Al-Quran. Sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendukung usaha tersebut hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang lulusan siswa sekolah dasar tuntas baca tulis al-quran dan praktek ibadah. Namun apa lagi alasan pemerintah tentang hal tersebut??? Mudah-mudahan saja bila usaha ini kita terapkan, maka sekurang-kurangnya akan memudahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan yang kita harapkan.
Semogaaa.....amin...!!!


BIODATA PENULIS
NAMA : NAZIRWAN, S.Pd.I
Tempat Tugas : SD Negeri 131/IV Telanipura
Alamat Sekolah: Jl.Kapten.A.Khatib RT.14 Kelurahan Pematang Sulur
Alamat Rumah : Jl. Yulius Usman RT.23 No.54 Kelurahan Pematang Sulur
Telp. Sekolah : 0741-65829
HP : 085266769583

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Rasul

I. PENDAHULUAN
A. Pengertian
Tinjauan sosial pendidikan Islam lebih identik dengan menggali prosesi masa lalu (sejarah) tentang pendidikan Islam yang merupakan bagian dari cabang ilmu sosial yang amat penting kita pelajari karena menyangkut dengan pendidikan Islam demi kejayaan dan kemakmuran umat Islam itu sendiri.
Tujuan pendidikan Islam sesungguhnya tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yakni untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt (Ibadah) serta dapat menyelesaikan tugasnya dimuka bumi sebagai khalifah (Muamalah) yang sering disebut dengan hablum minallah dan hablum minannas.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Azd Dzariay ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS.Azd Dzariyat ayat 56)
Artinya : "...Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..." (QS.Al-Baqarah : 30)
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Mewujudkan pendidikan Islam yang demikian, maka konsekuensinya manusia harus tunduk dan taat pada doktrin-doktrin tauhid Islam. telah diusahakan sejak adanya manusia dipermukaan bumi ini yakni nabi Adam As hingga sekarang. Serangkaian perkembangan pendidikan Islam tersebut perlu kita pelajari melalui sejarah. Makalah ini akan membahas bagaimana sejarah sosial pendidikan pada masa hidupnya Nabi Muahammad Saw bai pada periode Makkad maupun periode Madinah. Namun sebelum itu perlu terlebih dahulu apa sebenarnya sejaran pendidikan Islam tersebut?.
Memahami sejarah pendidikan Islam, tentunya kita harus memahami pengertian dari sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Untuk memahami pengertian sejarah pendidikan Islam sekurang-kurangnya ada tiga hal pokok yang perlu diartikan terlebih dahulu, yakni perlu dipahami pengertian dari sejarah, pendidikan dan Islam itu sendiri.
Pertama, kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon, artinya sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks atau lebih maju. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah (history) berarti masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Jerman, kata sejarah (geschicht) berarti sesuatu yang telah terjadi.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadaraminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian sebagai berikut:
1. Sejarah berarti silsilah atau asal usul.
2. Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
3. Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Secara terminologis, ada yang mengertikan sejarah sebagai keterangan yang terjadi di kalangan umat manusia pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sejarah juga dapat berarti catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas, baik tentang peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara atau dunia; atau tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat. Oleh karena itu komponen sejarah ada tiga, yaitu peristiwa atau fakta, tersimpan, terjadi dimasa lampau dan adanya efek dimasa sekarang.
Kedua, selain kata sejarah, untuk merumuskan defenisi sejarah pendidikan Islam, kita juga hendaknya memahami arti dari kata “pendidikan” baik pendidikan dalam arti yang luas maupun pendidikan dalam pengertian yang sempit.
Pendidikan dalam pengertian yang luas menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Andewi Suhartini adalah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, seseorang terhadap orang lain, atau oleh lingkungan terhadap seseorang. Sebagai contoh seorang anak kecil yang yang terus berusaha untuk mampu mengambil dan menyuapkan makanan kemulutnya sendiri, dan orang tua yang mendidik anaknya atau guru mendidik muridnya, serta lingkungan memberikan pengeruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian seseorang dimanapun yang bersangkutan berada.
Pendidikan dalam pengertian yang luas ini dapat diartikan bahwa kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sehingga apa yang kita lakukan dan kita katakan dapat disebut mendidik kita dalam menyelesaikan tugas dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu pendidikan dalam pengertian yang sempit merupakan bimbingan yang dilakukan seseorang yang kemudian disebut pendidik, terhadap orang lain yang kemudian disebut peserta didik, baik dilakukan ditempat yang formal maupun nonformal dengan usaha untuk mengembangkan diri orang yang di didik.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspek. Defenisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik), mencakup pendidikan formal maupun pendidikan nonformal serta informal. Segi yang dibina dalam defenisi ini adalah seluruh aspek kepribadian.
Menperjelas arti pendidikan dan menghingari kerancuan antara pendikan dan pengajaran perlu rasanya untuk mencermati pendapat dari K.H. Dewantara yang mengatakan bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Ia mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir “Pengajaran itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan...”
Sehingga dapat dikatakan pendidikan dalam pengertian yang luas adalah kehidupan yang memberi pengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan manusia sedangkan pendidikan dalam pengertian yang sempit merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang menjadi lebih baik dengan berbagai cara diantaranya melalui proses pengajaran.
Ketiga, kata yang dapat memberi pengertian terhadap Sejarah pendidkan Islam adalah kata “Islam”. Kata Islam dalam pendidikan Islam merupakan warna atau corak pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang berdasarkan agama Islam. Akan tetapi Islam yang dimaksud dalam pendidikan Islam disini adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muahammad saw yang termaktup dalam kitab suci Al-Quran dan pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Sebagaimana diketahui bahwa inti pokok ajaran Islam adalah Aqidah, syariah dan Akhlak. Dari ketiga pokok ajaran Islam ini kemudian dijabarkan dalam bentuk Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan. Sehingga muncullah beberapa keilmuan agama yang dididikkan kepada umat Islam yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Akhlak yang semuanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Ketiga komponen pokok diatas memberi pemahaman bahwa Sejarah Pendidikan Islam merupakan proses perjalanan perkembangan dan pertumbuhan kehidupan manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits dengan tujuan menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa serta bisa melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di permukaan bumi.

B. Urgensi Sejarah Pendidikan Islam
Pengertian sejarah dan pendidikan diatas jelas merupakan kajian yang mengungkapkan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari zaman Rasulullah saw sampai sekarang, yang dimulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan kemunduran serta kebangkitannya kembali dari pendidikan Islam. Dari sejarah dapat diketahui segala yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, baik ide, konsep, institusi, sistem dan operasionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan demikian belajar sejarah pendidikan Islam dapat memberikan semangat baru untuk membuka lembaran dan mengukir kejayaan dan kemajuan pendidikan Islam yang baru dan lebih baik. Sebab belajar sejarah pendidikan Islam berarti study tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan Islam. Hal ini tentunya sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
Secara umum, sejarah pendidikan Islam memiliki kegunaan sebagai faktor keteladanan. Dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam, umat Islam dapat meneladani proses pendidikan semenjak zaman Kerasulan Muhammad saw. Sejarah itu dapat menjadi cermin, perbandingan, bahkan menjadi starting pont bagi perbaikan kegiatan pendidikan masa yang akan datang.
Keteladanan yang terkandung dalam sejarah pendidikan Islam sejalan dengan ayat Al-Quran dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi :
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu....
Ayat diatas mejelaskan bahwa kita diwajibkan untuk meneladani seluruh aspek aktivitas Rasulullah saw, baik yang bersifat quliyah, fi’liyah, ataupun takririyah, termasuk yang berkaitan dengan aktivitas Rasulullah dalam mendidik umatnya untuk mengerti, mengamalkan dan mengerjakan ajaran agama Islam.
Selain itu, dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam kita dapat melihat dan mengkaji dari segi pertumbuhan, perkembangan, kejayaan dan kemunduran pendidikan Islam. Sebagaimana kita ketahui dan kita yakini bahwa kitab suci umat Islam yakni Al-Quran merupakan kitab yang sesui dengan perkembangan zaman dan didalamnya terdapat semua unsur kehidupan yang barfungsi sebagai hudallinnas (petunjuk bagai manusia) tergantung pada kemauan dan pemahaman kita dalam menggali dan mempelajarinya.
Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya lebih dari 13 abad lamanya. Faktor yang peling menentukan kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuan yang tidak dipisahkan antara kedua faktor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkannya juga tidak diragukan lagi kehandalannya hingga sekarang. Sebut saja tokoh Ibnu Sina yang disebut sekarang sebagai bapak ilmu kedokteran dunia namun beliau juga seorang yang ahli ilmu agama Islam.
Semua proses dan pola pendidikan yang dapat membentuk gererasi yang bermutu seperti tokoh Islam terkenal tersebut bisa kita telaah melalui sejarah pendidikan Islam dan insyaallah bisa kita jadikan teladan dalam pelaksanaan pendidikan kita sekarang. Maka dari itu sangatlah penting bagi kita untuk mengkaji dan mempelajari sejarah pendidikan Islam demi pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam.

II. PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Pra Rasulullah Saw
Proses pendidikan sebenarnya telah berlansung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di permukaan bumi. Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan sosial budayanya.
Memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan sosial budaya tersebut diiringi dengan petunjuk yang diturunkan oleh Allah swt kepada manusia melalui rasul-rasulnya. Rasul-rasul yang diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama saja, akan tetapi untuk mengembangkan sosial budaya manusia dan sekaligus membudayakan alam.
Adam, sebagai manusia pertama dan sekaligus juga Rasul Allah yang pertama merintis dan memancangkan tonggak budaya awal di bidang tarbiyah atau talim lansung dengan petunjuk Allah. Ketika dalam proses pewarisan budaya dari generasi ke generasi berikutnya mengalami kemacetan dalam perkembangannya atau menyipang dari tujuan semula, atau manusia menghadapi situasi kritis yang memerlukan penentuan alternatif yang harus dipilih, maka bimbingan Allah berikutnya datang dengan mengutus Rasul berikutnya untuk kembali menegakkkan tonggak kebenaran, menghindarkan kehancuran, dan meluruskan penyimpangan arah perkembangan budaya ke arah lebih maju.
Demikian pula rasul-rasul berikutnya, mereka diutus oleh Allah dengan melahirkan tonggak budaya manusia, seperti Yusuf As yang meletakkan prinsip pembebasan seseorang dari belenggu penjajahan umat manusia satu terhadap yang lain. Daud as, telah menciptakan peralatan dari besi yang merupakan cikal bakal perkembangan teknologi umat manusia. Isa as telah memperkenalkan sistem pengobatan yang menjadi pangkal pengembangan budaya dalam bidang medis. Dan akhirnya rasul terakhir Muhammad Saw dengan memperkenalkan penjelajahan ruang angkasa dan al-Quran yang merupakan penyempurnaan dari proses perkembangan bidaya manusia yang mencakup segala aspeknya, dan akan menjadi pedoman bagi pengembangan budaya selanjutnya, serta tetap menjadi sumber yang abadi terhadap perkembangan budaya umat manusia.
Semua Rasul yang diutus oleh allah swt dimulai dari Adam a.s samapai kepada Muahmmad saw, diperintah untuk menyampaikan ajaran agama dan mengembangkan budaya pada masanya kepada umatnya masing-masing. Hal ini memberi indikasi bahwa pendidikan yang dilakukan oleh para rasul terintegrasi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan budaya umat manusia.
Dengan demikian sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di muka bumi ini. Dalam keluaraga itulah telah dimulai proses pendidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
Akan tetapi sebelum kelahiran Muhammad Saw di jazirah Arab tersebut belum muncul peradaban yang mampu mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan. Dalam kondisi seperti itu dimana bangsa Arab pra-Islam berada dalam kejahiliyahan, sebaliknya seni sastra, puisi dan syair mengalami perkembangan sangat pesat. Bagi bangsa arab puisi dan syair adalah seni yang paling dihargai dan dimuliakan. Penyair mempunyai kedudukan yang amat tinggi dalam masyarakat Arab.
Dalam sudut pandang pendidikan, para penyair pra-Islam dapat dikatakan sebagai guru dalam pengertian sempit dari komunitas arab padang pasir, oleh karena itu kedudukan mereka dalam struktur sosial masyarakat Arab dihormati dan pada saat yang sama “ditakuti”. Disamping syair-syair, orang Arab pra-Islam juga mengajarkan keterampilan dasar lainnya yang dibutuhkan dalam kehidupan gurun seperti pertanian dan peternakan yang diwarisi turun temurun secara alamiah, serta keterampilan membuat dan menggunakan senjata dan menunggang kuda untuk mempertahankan diri dari konplik antara suku.
Maka dari itu dapat dikatakan bahwa pendidikan telah ada sejak adanya manusia di permukaan bumi ini yaitu Adam dan Hawa untuk mempertahankan kehidupan dan pertumbuhan serta kemajuan hidup dan kehidupannya. Sejak Adam dan Hawa pendidikan terus berkembang seiring dengan perkembangan dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga pada masa Rasulullah saw yang merupakan masa pembinaan pendidikan Islam.

B. Pendidikan Islam Periode Makkah
1. Tujuan Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Makkah
Ajaran yang dibawa oleh para Rasul yang diutus oleh Allah adalah untuk meluruskan dan memacu perkembangan budaya umat manusia. Begitu halnya Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah swt dengan tujuan sebagai rahmatan lil alamin yaitu memberi manfaat bagi seluruh alam dalam perkembangan dan kemajuan kebudayaan manusia berhubungan dengan Allah maupun hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Nabi Muhammad saw juga merupakan rasul yang terakhir sebagai penyempurna dari ajaran-ajaran rasul sebelumnya yang telah jauh menyimpang dari ajaran Allah swt. Sebagaimana dimaklumi bahwa pada masa sebelum kenabian muhammad saw dikenal dengan zaman jahiliyah yakni kehidupan yang jauh dari nilai-nilai keislaman.
Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
Sejalan dengan kondisi masyarakat tersebut Allah swt mengutus nabi Muahammad saw yang membawa ajaran Islam dengan tujuan untuk meluruskan dan memacu perkembangan budaya umat manusia yang ada pada zamannya dan untuk perkembangan selanjutnya. Pendidikan yang dilakukan oleh nabi Muhammad saw ditujukan untuk menata kembali unsur-unsur budaya yang telah ada di kalangan bangsanya dan meletakkan unsur baru yang mendasari perkembangan berikutnya.
Sehingga jelaslah bahwa tujuan pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw periode mekkah adalah menanamkan aqidah atau keimanan serta meluruskan kembali tatanan sosial masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Islami dengan kata lain memperbaiki akhlak manusia yang hidup pada masa kejahilan sebagaimana sabda beliau yang artinya sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak

2. Materi Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Makkah
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an surah Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat al-qur’an surah Al Mudatsir ayat 1-7 yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan islam.kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya secara sembunyi.
Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada Nabi, supaya menyiarkan agama islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan terang-terangan. Nabi melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak tantangan dan penderitaan yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap melakukan penyiaran islam dan mendidik sahabat-sahabatnya dan para pemeluk Islam dengan pendidikan islam dan ini semua dilakukan dengan penuhe keikhlasan.
Nabi Muhammad sawa juga mengajarkan alquran kepada shahabat dan pemeluk Islam karena al-quran bisa dikatakan sebagai kurikulum pendidikan Islam. Disamping mengajarkan al-quran Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan tauhid kepada umatnya. Intinya materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi Muhammad saw selama di Makkah ialah pendidikan tauhid dan pengajaran Al-quran.
Mahmud Yunus dalam bukunya yang dikutif oleh Andewi Suhartini menyatakan bahwa pendidikan Islam periode Makkah meliputi:
a. Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b. Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c. Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
d. Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.
Kiranya dapat diperjelas bahwa materi pendidikan yang disampaikan oleh Nabi Muahammad saw pada masa awal Islam yakni periode makkah adalah berkenaan dengan penanaman aqidah Islamiah, pendidikan Al-quran, pendidikan akhlak, akliyah dan ilmiah serta pendidikan jasmani atau kesehatan.
3. Prinsip dan Metode Pendidikan pada masa Nabi periode Makkah
Pelaksanaan pembinaan pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad saw di mekkah ini dilaksanakan oleh Nabi Muhammad berdasarkan petunjuk dan bimbingan langsung dari Allah swt. Nabi Muhammad saw menerima petunjuk (wahyu) dari Allah dan menyampaikannya kepada umatnya, agar kumpulan wahyu tersebut yang kemudian disebut Al-Quran diterima dan dijadikan sebagai bagian yang atidak terpisahkan dari kehidupan umatnya. Kemudian Nabi Mahammad saw memberikan penjelasan-penjelasan seperlunya tentang maksud dan pengertian dari wahyu yang disampaikan tersebut dan sekaligus memberi petunjuk serta keteladanan bagaimana melaksanakannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Allah swt telah mengangkat Muhammad sebagai seorang Nabi dan Rasul-Nya untuk menjadi teladan bagi manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan. Keteladanan dalam pendidikan merupakan bentuk metode pendidikan yang paling efektif secara naluriah manusia membutuhkan keteladanan dalam seluruh aspek kehidupannya.
Nabi Muhammad saw telah mendidik umatnya secara bertahap, yang dimulai dari keluarga dekatnya secara sembunyi-sembunyi, mula-mula kepada istrinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk Allah, kemudian diikuti oleh Ali bin Abi Tahalib, Zaid bin Haritsah hingga secara berangsur-angsur ajakan disampaikan secara lebih luas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy.
Mengingat proses turunnya materi pendidikan Islam secara berangsur-angsur sesuai dengan keadaannya, sehingga Nabi dalam melaksanaan misi kependidikannya secara step by step dengan skala prioritas pada pertimbangan materi pendidikan (dari persoalan yang sederhana sampai yang kompleks).
Pada tahap awal ini Rasul telah menerapkan metode ta’lim dan tarbiyah dalam aktivitas dakwahnya di rumah Arqam sebagai tempat pendidikan Nabi yang petama. Memang secara etimologis, kata ta’lim (pengajaran) dan tarbiyah (pendidikan) memilik makna yang hampir sama dengan kata dakwah yang berari ajakan, seruan atau panggilan. Karena pada dasarnya Nabi selain sebagai seorang dai baliau adalah seorang guru dan pendidik sebagaimana diketahui titik awalnya adalam membasmi buta huruf dan buta ilmu .
Selain itu dalam pengajaran Al-quran dihafal dan selalu dibaca serta diwajibkan membanya dalam ayat shalat, sehingga kebiasaan membaca Al-quran tersebut merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Mengganti kebiasaan membaca syair-syair indah pada masa sebalum Islam.
Uraian diatas memberi gambaran bahwa pada prinsipnya pendidikan Islam tersebut dapat dilakukan dengan cara memberi contoh (keteladanan) serta materi disampaikan secara bertaham. Selain itu panyak cara atau metode yang digambarkan oleh Nabi dalam pengajaran dan pendidikan agama Islam diantaranya menyampaikan penjelasan-penjelasan (ceramah), taklim dan tarbiyah (ajakan atau seruan) dan menghafal ayat al-quran (hafalan) serta membaca secara berulang-ulang.

4. Pendidik dan peserta didik pada masa Nabi periode Makkah
Nabi Muhammad saw adalah teladan agung bagi seluruh umat manusia apapun warna kulit dan kebangsaannya. Beliau adalah seorang pendidik, seorang guru yang mengajar manusia dengan perbuatannya sendiri sebelum dengan kata-katanya.
Nabi Muhammad saw memulai pelaksanaan pendidikannya, yang sekaligus menjadi pendidik yang pertama terhadap keluarga dekatnya yaitu istrinya, khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah. Khdijah menjadi peserta didik pertama yang diberi pendidikan tauhid oleh Nabi Muhammad saw, kemudian diikuti oleh Ali bin Abi Thalib,Zaid bin Haritsah, Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi al-Arqam, fatimah binti Khaththab bersama suaminya Said bin Zaid dan beberapa orang lainnya.

5. Lembaga pendidikan Islam pada mana Nabi periode Makkah
Kita kenal bahwa rumah Arqam bin Abi Al-Arqam merupakan temapat pertama berkumpunya kaum muslimin berserta Rasulullah saw untuk belajar hukum-hukum dari dasar-dasar agama Islam. Sebernarnya rumah itu merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam. Guru yang mengajar di lembaga tersebut adalah Rasulullah saw sendiri.
Disamping itu menurut Ahamad Syalabi selain memberi pelajaran di rumah Arqam bin Ali Al-Arqam, nabi duduk di dumahnya di mekkah dan di sekitanya orang-orang berkumpul mengelilingi beliau untuk diberi pelajaran dan disucikan oleh Nabi Muhammad saw. Penyelenggaraan pengajaran di rumah Nabi terus berlangsung sampai pada waktu turunnya ayat Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 53.
Lembaga pendidikan lainnya pada masa Nabi Muhammad saw adalah Al-Kuttab yang merupakan tempat menulis dan membaca yang dibimbing oleh seorang guru. Sebab ayat al-quran yang pertama kali turun menganjurkan untuk belajar membaca. Kuttab diawal perkembangan Islam dilaksanakan di rumah guru-guru yang memiliki kompetensi dan yang diajarkan adalah hanya menulis dan membaca.



6. Evaluasi Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Makkah
Secara etimologi evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Dalam hal pendidikan yang menjadi penilaian adalah hasil dari pendidikan atau pengajaran tersebut.
Evaluasi yang dilakukan oleh Nabi terhdap pendidikan Al-Quran dengan mengadakan ulangan terhadap hafalan para shahabatnya, beliau membetulkan hafalan dan bacaan mereka para shahabat tersebut.
C. Pendidikan Islam Periode Madinah
1. Tujuan Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Madinah
Secara umum tujuan pendidikan ialah manusia yang baik. Secara umum pula diketahui bahwa bila setiap orang sudah menjadi orang yang baik maka masyarakat akan menjadi masyarakat yang baik. Salah satu contoh masyarakat yang baik ialah masyarakat kota Madinah pada zaman Nabi Muhammad saw.
Pembinaan pendidikan Islam di Madinah, pada hakikatnya adalah kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cemin dan pentulan sinar tauhid. Oleh karena itu, kalau periode Mekkah ciri pokok pembinaan pendidikan Islam adalah pendidikan tauhid, maka pada perode Madinah, ciri pokok pembinaan pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Tetapi sebenarnya, antara kedua ciri tersebut bukanlah merupakan dua hal yang dapat dipisahkan satu sama lain.
Disamping terus melanjutkan upaya pendidikan Islamnya untuk menanamkan tauhid pada pribadi umat Islam, di Madinah tugas Nabi Muhammad sawa juga membina dan mengmbangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Islam yang baru tumbuh, sehingga mewujudkan satu kesatuan sosial dan satu kesatuan politik diantara kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang merupakan berasal dari daerah yang berbeda dengan membawa adat kebiasaan yang berbeda pula.
Inilah misi utama Nabi Muhammad saw yaitu membina kepribadian dan kehidupan sosial kemasyarakatan sesuai dengan petunjuk wahyu serta membawa agama Islam menjadi agama yang mengatasi seluruh agama-agama lain, dan menjadi rahmatan lil alamin.

2. Materi Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Madinah
Wahyu yang turun pada periode ini adalah dalam rangka memberikan petunjuk bagi Nabi Muhammad saw dalam memberikan keputusan-keputusan dan mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk membina umat dan masyarakat Islam.
Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah atau piagam Madinah yang berisi tata hubungan timbal balik antara umat Islam dengan umat Yahudi Madinah, pengakuan atas agama dan harta benda mereka dengan syarat tertentu, kemudian dalam prakteknya diperincikan lebih lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah .
Disamping piagam Madinah, kaum muslimin juga dibimbing oleh Allah dengan syariat baru yang turun secara berangsur-angsur. Setelah turun perintah shalat pada akhir periode Mekkah, di Madinah banyak syariat baru turun untuk mengarahkan masyarakat menuju masyarakat Madani. Secara bertahap, nilai-nilai jahiliyah digusur dengan turunya syariat baru tersebut.
Maka dari itu, secara global materi pendidikan yang dilakukan oleh Nabi pada periode Madinah adalah melanjutkan perjuangan pada periode Makkah dan ditambah dengan materi lainya, diantara materi pendidikan tersebut adalah materi pendidikan tauhid, Al-quran, pendidikan sosial politik dan kewerganegaraan serta pendidikan hamkam untuk mendukung dakwah Islam.

3. Metode Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Madinah
Sebelum menjelaskan metode pendidikan Nabi Muhammad saw, suatu hal yang perlu dicatat bahwa keberhasilan Muhammad dalam mengemban misi dakwahnya ialah karena dirinya diutus Allah sebagai seorang pendidik : innama buistu mua’llima.
Apabila mengajak manusia untuk beriman kepada Allah, melakukan peribadatan hanya kepada Allah, berakhlak dengan akhlak-Nya, dan mengajar ketertiban masyarakat bagi Muhammad menjadi kewajiban yang harus disampaikan kepada umatnya, maka kewajiban pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan cara atau metode yang tepat dalam melaksanakan kewajiban tersebut. Metode pendidikan menjadi penting, karena materi pendidikan tidak dapat dipelajari dengan baik tanpa disampaikan dengan strategi atau teknik tertentu.
Allah swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw di dalam al-quran untuk selalu berbuat rendah hati, sebab apabila budi pekerti dan perlakuan Nabi Muhammad kasar niscara ajakan dan pengajarannya akan diabaikan. Selain itu ketepatan penyampaian yang mengharuskan adanya relasi yang dapat membawa kepada pengertian yang dimaksud antara pembicara dengan lawan bicara, Nabi muhammad selalu memperhatikan kondisi orang yang diajak bicara.
Oleh karena itu, seluruh aktivitas kependidikan Nabi dapat dikategorikan sebagai metode pendidikannya. Selain itu materi pendidikan merupakan suatu hal yang dapat menentukan penggunaan metode yang tepat, seperti dalam pendidikan Al-quran, akhlak dan pendidikan pertahanan serta sosial politik.
Seperti dalam mengajarkan aqidah nabi menggunakan metode bertanya, atau metode tes dan melempar pertanyaan akan tetapi bukan untuk dijawab oleh orang yang ditanya, melainkan dijawab sendiri oleh Nabi. Pertanyaan itu digunakan untuk menegaskan rasa ingin tahu, menarik perhatian, dan munculkan obsesi untuk segera mengetahui apa yang hendak disampaikan kepada audiens.

4. Lembaga pendidikan Islam pada masa Nabi periode Madinah
Masjid merupakan lembaga pendidikan yang menjadi pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin, untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Dimasjid ini pula nabi Muhammad saw bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah, membaca al-quran, membaca ayat-ayat yang beru turun. Dengan demikian masjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.
Aktivitas belajar masyarakat muslim tidak hanya dilakukan di masjid yang merupakan pusat pendidikan Islam. Kuttab juga merupakan lembaga pendidikan Islam sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Materi yang diajarkan di Kuttab pada periode Madinah tidak berbeda dengan yang diajarkan di Mekkah. Pelajaran baca-tulis menjadi pokok bagi para pelajar yang ada Kuttab.
Selian itu, juga dikenal Al-suffah yaitu para sahabat nabi yang tergolong fakir dan tidak memiliki keluarga. Mereka tinggal menetap di emperan masjid Nabawi yang difungsikan sebagai madrasah untuk belajar membca dan memahami agama. Emperan masjid Nabawi digunakan sebagai tempat aktivitas belajar disebut suffah, atau al-zilla.

5. Evaluasi Pendidikan Islam pada masa Nabi periode Madinah
Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan-ulangan dalam permbicaraan al-quran, yaitu dalam shalat, dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan.
Bentuk lain dari evaluasi yang dilakukan Nabi dalam hal pendidikan adalah dengan selalu memintas shahabat untuk menghafal bacaan ayat al-quran dan beliau memperbaikinya jika terdapat kekeliruan sebagaimana yang telah dijelaskan pada evaluasi di periode Makkah.

III. KESIMPULAN
Dari uaraian yang telah dijelaskan diatas dapat di ambil kesimpulan antara lain :
1. Tinjauan sosial pendidikan Islam lebih identik dengan menggali prosesi masa lalu (sejarah) tentang pendidikan Islam. Pengertian sejarah pendidikan Islam merupakan proses perjalanan perkembangan dan pertumbuhan kehidupan manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits dengan tujuan menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa serta bisa melaksanakan tugas sebagai khalifah di permukaan bumi.
2. Sejarah pendidikan Islam amat penting untuk dipelajari agar umat Islam dapat meneladani proses pendidikan semenjak zaman Kerasulan Muhammad saw serta dapat menjadi cermin, perbandingan, bahkan menjadi starting pont bagi perbaikan kegiatan pendidikan.
3. Pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar dan dalam keluaraga itulah telah dimulai proses pendidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
4. Tujuan pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw periode mekkah adalah menanamkan aqidah atau keimanan serta meluruskan kembali tatanan sosial masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Islami, sehingga materi pendidikannya berkenaan dengan penanaman aqidah Islamiah, pendidikan Al-quran, pendidikan akhlak, akliyah dan ilmiah serta pendidikan jasmani atau kesehatan yang disampaikan oleh seorang pendidik dengan memberi penjelasan-penjelasan (ceramah), taklim dan tarbiyah (ajakan atau seruan) dan menghafal ayat al-quran (hafalan) serta meminta shahabat sebagai peserta didik untuk mengulang bacaan dan hafalannya. Lembaga pendidikannya adalah rumah dan Kuttab.
5. Pendidikan Islam pada masa Rasul periode Madinah sesungguhnya kelanjutan dari perjuangan rasul di Mekkah yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cemin dan pentulan sinar tauhid. Lembaga pendidikan yang digunakan adalah Rumah, Masjid, Kuttab dan Ash Suffah.

IV. REFERENSI
Ali Al-Jumbulati dan At-Tuwaanisi, Abdul Futuh, terj. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta : Reneka Cipta, 2002.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemah. Bandung : Dipenegoro, 2005.

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Ilaihi, Wahyu dan Hefni, Harjani. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007.

Nazirwan. Peradaba Bangsa Arab Sebelum Islam. Makalah PPS IAIN tahun 2010.

Poerwadarminta. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994.

Suhartini, Andewi. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Departemen Agama RI, 2009.

Tafsir, Ahmad. Metodologi pengajaran Agama Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007.

------------------. Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2006.

Untung, Muhamad Slamet. Muhammad sang pendidik, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2005.

Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1992.

http//sopwanhadi.wordpress.com
http://hidayatulhaq.wordpress.com
http://blog.unila.ac.id/redha/2010/04/12/definisi-ilmu-sejarah

Selasa, 03 Mei 2011

Jamaluddin Al-Afghani dan Pemikirannya

Riwayat HIDUP


Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al Afghani, dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M. Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi hadits yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab, sejarah, matematika, filsafat, fiqh dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi filsafat, hukum, sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.

Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.

Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak.

Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.

Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi, pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai Afghani ada di belakang pemberontakan.

Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah Mesir.

Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia. Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.

Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).

Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya.

JURNAL ANTI PENJAJAHAN

Salah satu bukti kejeniusan Jamaluddin Al-Afghani adalah Al-Urwatul Wutsqa, sebuah jurnal anti penjajahan yang diterbitkannya di Paris. Al-Afghani mendapat sokongan seorang ulama Mesir, Muhammad Abduh. Keduanya bersamaan menerbitkan majalah Al-Urwatul Wutsqa di Paris pada tahun 1884 selama tujuh bulan dan mencapai 18 nomor. Publikasi ini bukan saja menggoncang dunia Islam, pun telah menimbulkan kegelisahan dunia Barat. Meskipun majalah ini pada akhirnya tidak mampu mempertahankan penerbitannya oleh bermacam-macam rintangan, nomor-nomor lama telah dicetak ulang berkali-kali. Di mana-mana, terutama untuk pasaran dunia Timur, majalah ini dibinasakan penguasa Inggris. Di Mesir dan India penerbitan ini dilarang untuk diedarkan. Akan tetapi, penerbitan ini terus saja beredar meski dengan jalan gelap. Di Indonesia sendiri majalah ini berhasil masuk tidak melalui pelabuhan besar. Ia berhasil masuk lewat kiriman gelap melalui pelabuhan kecil di pantai utara, antaranya pelabuhan Tuban.

Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialis Dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan kecemerlangan Afghani. Selama mengurus jurnal ini, Afghani harus bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusi dan pengiriman tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang bermarkas di International Lord Salisbury, London.

AL AFGHANI DAN IBNU TAYMIYYAH

Tidak ada perbedaan diantara keduanya, kecuali bahwa Ibnu Taymiyyah (seperti kebanyakan ulama dari generasi awal) lebih banyak berhujjah dengan menggunakan dalil-dalil agama dan pendekatan logika (mantiqy) dalam menegakkan panji/bendera yang dibawanya, seperti yang kita bisa lihat dari karya-karya beliau. Sedangkan Al Afghani lebih kepada pendekatan provokasi (dalam term positif) atau membakar semangat, menyadarkan ummat atas realitas keterpurukan mereka, serta menjalin komunikasi dengan para ulama dan pemimpin kaum Muslimin.

BEBERAPA KONTRIBUSI AL-AFGHANI

Pertama; Perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah negri-negri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris). Beliau turut ambil bagian dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857, juga mengadakan ziarah ke negri-negri Islam yang berada di bawah tekanan imperialis dan kolonialis barat seperti tersebut di atas.

Kedua; upaya melawan pemikiran naturalisme di India, yang mengingkari adanya hakikat ketuhanan. Menurutnya, dasar aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan hanya sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa mempertimbangkan kepentingan umat manusia secara keseluruhan.

Hal ini dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat Tuhan dan anggapan bahwa materi mampu membuka pintu lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan. Dari situlah Al-Afghani berusaha menghancurkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan syariat dan ajaran-ajarannya.

Wallahu A’lam Bish-Shawab…