Senin, 21 Maret 2011

A. PENDAHULUAN

Perencanaan merupakan langkah awal dari setiap proses untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Proses yang berhasil atau mengeluarkan output yang sesuai dengan apa yang diharapkan sangatlah memerlukan perencanaan yang baik. Akan tetapi apapun pekerjaannya yang dilakukan tanpa melalui perencanaan yang baik maka akan dapat dipastikan menghasilkan output apa adanya sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Perencanaan sangatlah penting sebagai bagian dari manajemen, apalagi bidang yang direncanakan merupakan bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan. Pendidikan dengan menggunakan perencanaan yang matang maka dalam prosesnya akan menghasilkan pendidikan yang baik pula.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam prosesnya mampu mengemangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan dapat mengembangkan daya pikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian diimplikasikan dalam seluruh aktivitas hidupnya.

Untuk mencapai tingkat pendidikan yang baik seperti tersebut diatas, perlulah direncanakan langkah-langkah konkrit sehingga dapat dilaksanakan oleh pelaku pendidikan dan pengelola pendidikan sesuai dengan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang tersedia. Begitu pula sebaliknya pendidikan yang tidak direncanakan dengan baik maka akan berdampak pada proses pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan dan harapan pendidikan pada hakikatnya.
Perancanaan merupakan suatu hal yang sangat konpleks dan cakupan permasalahannya yang sangat luas, apalagi jika dikaitkan dengan masalah pendidikan. Makalah ini akan berbicara tentang defenisi perencanaan dan perencanaan pendidikan dengan harapan pendidikan yang begitu dibutuhkan oleh masyarakat luas nantinya dengan perencaaan yang matang dapat berdaya guna dan sesuai dengan tujuan pendidian pada hakikatnya. Maka dari itu makalah ini akan membahas secara mendetail tentang beberapa hal berikut :
1. Apa dan bagaimna perencanaan pendidikan
2. Apakah tujuan perencanaan pendidikan
3. Apa pendekatan yang digunakan dalam perencanaan
4. Prinsip-prinsip apa saja yang diterapkan dalam perencanaan
5. Apa jenis dan lingkungan perencanaan
6. Bagaimana tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perencanaan


B. PEMBAHASAN

1. Perencanaan Pendidikan
Sebelum kita berbicara terlalu jauh tentang perencanaan pendidikan dan tujuan perencanaan pendidikan, perlu kita pahami terlebih dahulu apa itu perencanaan dan apa pula yang dikatakan dengan pendidikan.
Proses perencanaan merupakan unsur penting dan strategis sebagai pemandu arah pelaksanaan kegiatan dan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas terlaksananya aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional maupun lokal.
Perencanaan merupakan asal kata dari Rencana atau Plan yang berarti dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Perencanaan itu sendiri bermakna sangat kompleks dan dapat didefenisikan dalam berbagai macam ragam tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya serta latar belakang apa yang mempengaruhi orang tersebut dalam merumuskan defenisi perencanaan. Diantara defenisi perencanaan tersebut dirumuskan sebagai berikut :
a. Menurut Prajudi Atmusudirdjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana.
b. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
d. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai dengan yang telah ditentukan.

Dari berbagai defenisi perencanaan diatas dapat kita analisa bahwa perencanaan merupakan serangkaian kebijakan dan aturan-aturan untuk dilaksanakan dengan mempertimbangkan peluang, tantangan dan hambatannya dan menentukan arah untuk mencapai tujuan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Lebih tegas lagi dapat dikemukakan bahwa Perencanaan tersebut bertujuan untuk menjadi jembatan antara teori dengan praktek, dan digunakan untuk mengontrol masa depan melalui apa-apa yang dilakukan pada masa ini. Melalui perencanaan tersebut, seorang juga dapat mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, dan membuat periodisasi aksi dalam meraih tujuan.
Selain dari perencanaan kita juga hendaknya memahami apa itu pendidikan. Para ahli kesulitan mendefenisikan pendidikan hal ini disebabkan karena banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan itu, masing-masing kegiatan tersebut dapat disebut pendidikan.

Dalam Dictionary of Education, pendidikan merupakan (a) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku dalam masyarakat dimana dia hidup, (b) proses sosial dimana seseorang diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.

Pengertian pendidikan diatas memberi gambaran bahwa pendidikan tersebut memiliki proses dan perkembangan kearah yang lebih optimal. Pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh undang-undang yakni membentuk manusia seutuhnya.
Selanjutnya dari defenisi perencanaan dan defenisi pendidikan diatas, dalam dunia pendidikan juga ada yang dinamakan perencanaan pendidikan. Banyak sekali para pakar pendidikan yang mendefenisikan perencanaan pendidikan diantaranya :
a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch
Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu proses yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
b. Menurut Beeby, C.E.
Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
c. Menurut Y. Dror
Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara.

Pengertian perencanaan pendidikan menurut para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan merupakan proses menentukan langkah dan arah pendidikan dimasa mendatang untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik. Sementara itu Udin Syaefudin juga mengemukakan dalam bukunya Perencanaan Pendidikan pendapat para pakar tentang defenisi perencanaan pendidikan antara lain :
a. Menurut Guruge
Perencanaan Pendidikan merupakan proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
b. Menurut Albert Waterson
Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
c. Menurut Coombs
Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Lebih tegas dikatakan bahwa perencanaan pendidikan itu adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan peserta didik yang dilayani oleh sistem tersebut.

Mengacu pada definisi-defenisi perencanaan pendidikan yang dikemukakan para pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan dapat di definisikan sebagai upaya menentukan apa yang akan dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bilamana dikerjakan, di mana dikerjakan, berapa biaya yang akan dikeluarkan serta siapa yang mengerjakan, untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Tujuan Perencanaan Pendidikan
Defenisi-defenisi perencanaan pendidikan diatas telah memberi gambaran yang jelas tujuan perencanaan pendidikan yakni sebagai arah langkah para pelaku pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Secara rinci ada beberapa tujuan perencanaan pendidikan, antara lain untuk :
a. Standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun;
b. Mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan;
c. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
d. Mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan;
e. Meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan;
f. Memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan;
g. Menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
h. Mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan;
i. Mengarahkan proses pencapaikan tujuan pendidikan.

Sementara itu Depdiknas menjelaskan bahwa perencanaan pendidikan dilingkup sekolah bertujuan untuk (1) menjamin agar perubahan/tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil. (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antar sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antar waktu menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Dari beberapa tujuan perencanaan pendidikan diatas kiranya lebih jelas lagi bahwa tujuan penting perencanaan pendidikan adalah untuk menentukan arah pendidikan, pelaku, proses dan untuk mengetahui peluang, hambatan dan tantangan serta kesulitan yang dihadapi lembaga/satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan tingkat kepastian yang tinggi dengan resiko yang kecil.

3. Pendekatan Perencanaan
Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut.
a. Pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach)
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada:
1) Tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar.
2) Pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf)
3) Pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan.
Model kebutuhan sosial ini, tugas perencanaan pendidikan adalah harus menganalisa kebutuhan pada masa yang akan datang, seperti pertumbuhan penduduk, partisipasi dalam pendidikan, arus siswa dan keinginan masyarakat.
Oleh karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya. Dengan kata lain pendekatan kebutuhan sosial ini merupakan perencanaan pendidikan dengan mempertimbangkan kepentingan utama atau kebutuhan sosial masyarakat pada umumnya.
b. Pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach)
Pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan mengutamakan pada kualitas lulusan dari sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri.
Menurut Guruge pendekatan ketenagakerjaan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (man power atau person power).
Sementara itu menurut Anggara dalam bukunya mengatakan bahwa pendekatan ketenagakerjaan diarahkan agar terciptanya lulusan yang memiliki skills yang dibutuhkan dunia kerja dan perkembangan zaman, sebagai contoh program life skills di sekolah.
c. Pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach)
Perencanaan pendidikan dengan menggunakan pendekatan efektifitas biaya dapat ditinjau dari segi ekonomi atau disebut dengan pendekatan untung rugi dimana pendidikan dengan mengeluarkan biaya yang begitu tinggi diharapkan hasil dari pendidikan tersebut mengarah pada produktivitas lulusan demi menunjang perekonomian masyarakat. Pendekatan ini berpangkat pada konsep Investment in human capital atau investasi pada sumber daya manusia, yangmana setiap investasi harus mendatangkan keutungan yang dapat diukur dengan nilai moneter.
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri diantaranya pendidikan yang memerlukan biaya investasi yang besar, maka perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis dan pendekatan ini juga didasarkan pada asumsi bahwa kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik sehingga dapat memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
d. Pendekatan Integratif (Terpadu)
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas, sebab pendekatan ini mengintegrasikan semua pendekatan perencanaan pendidikan secara seimbang dan menyeluruh.
Pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik. Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif antara lain :
1) Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok)
2) Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik
3) Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi) dan pertimbangan layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya
4) Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan merupakan suatu system.
5) Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan. Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah kepala sekolah, guru, siswa, komite, pengawas dan Dinas pendidikan.

4. Prinsip-Prinsip Perencanaan
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
a. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan.
b. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat.
c. Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
d. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
e. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
f. Prinsip kooperatif-komprehensif, artinya perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik.
g. Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan.

5. Jenis dan Lingkungan Perencanaan
Perencanaan pendidikan terdiri dari beberap jenis, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Ditinjau dari tatanan dan cakupannya perencanaan pendidikan ada yang bersifat nasional adapula yang bersifat daerah, ada juga yang bersifat lokal, dan adapula yang bersifat kelembagaan atau institusional bahkan operasional.
Secara spesipik perencanaan pendidikan dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
a. Perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational planning), perencanaan ini sering disebut juga perencanaan pendidikan makro atau perencanaan pendidikan nasional.
b. Perencanaan pendidikan dari bawah ke atas (bottom up educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan Nasional.
c. Perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya, lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi.
d. Perencanaan pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau departemen yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian pendidikan dan kementrian agama dan kementrian social.
e. Perencanaan pendidikan menggelinding (rolling educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.
f. Perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal).
Sedangkan lingkungan atau ruang lingkup yang menjadi bidang perencanaan pendidikan menurut Anggara Sastro dalam bukunya Kajian Pendidikan Bermutu adalah terdiri dari perencanaan pendidikan Mikro, Messo, dan Makro. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Perencanaan pendidikan Mikro adalah perencanaan pada level operasional ditujukan secara khusus untuk memperbaiki kemampuan dan kinerja individu atau kelompok kecil individu. Sebagai contoh adalah silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Perencanaan pendidikan Messo adalah suatu perencanaan level organisasi operasional dan menengah ditujukan secara khusus untuk memperbaiki kinerja organisasi atau satuan pendidikan, seperti rencana pengembangan sekolah
3) Perencanaan pendidikan Makro adalah perencanaan pada level top organisasi yang menjadi rujukan perencanaan messo dan mikro. Perencanaan makro ditujukan secara khusus untuk memperbaiki organisasi secara luas. Contoh perencanaan strategis Departemen Pendidikan Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.

6. Tahapan Perencanaan
Perencanaan Pendidikan yang baik dengan melalui beberapa tahapan sederhana dan logis yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan. Proses dan tahapan perencanaan pendidikan tersebut dapat dijelaskan berikut ini :
Tahapan Pertama, need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang pencapaian program sebelumnya, sumber daya apa yang tersedia, apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
Tahapan Kedua, formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
Tahapan Ketiga, policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
Tahapan Keempat, program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
Tahapan Kelima, feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya. Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
Tahapan Keenam, plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa), iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal.
Tahapan Ketujuh, evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Sementara itu menurut Banghart and Trull mengembangkan tahapan-tahapan perencanaan sebagai berikut :
a. Pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulai kegiatan perencanaan
b. Mengidentifikasi masalah yang mencakup ; menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, mengkaji apa yang telah direncanakan, membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai, sumber daya yang tesedia dan batasannya, serta mengembangkan bagian-bagian perencanaan dan proritas perencanaan.
c. Mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup ; mengkaji permasalahan dan sub permasalahan, pengumpulan data atau tabulasi data, proyeksi.
d. Mengembangkan rencana yang mencakup ; identifikasi kecendrungan-kecendrungan yang ada, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, menyusun rencana.
e. Menilai rencana yang telah disusun
f. Menguraikan rencana yang mencakup ; merumuskan masalah, menyusun hasil rumusan dalam bentuk draf rencana akhir.
g. Melaksanakan rencana yang mencakup ; persiapan perencanaan operasional, persetujuan dan pengesahan rencana, mengatur aparat organisasi.
h. Balikan pelaksanaan perencanaan yang mencakup ; pemantauan pelaksanaan rencana, evaluasi pelaksanaan rencana, mengadakan penyesuaian, mengadakan perubahan rencana atau merancang apa yang perlu dirancang lagi bagaimana rancangannya, dan oleh siapa.

Gambaran tentang proses atau tahapan-tahapan perencaan pendidikan diatas menunjukkan bahwa dalam perencaan harus melibatkan semua komponen pendidikan mulai dari tingkat bawah sampai pada jenjang teratas dan perencaan yang baik juga berpedoman pada hasil dari pelaksanaan perencanaan sebelumnya, dalam kata lain perencaan dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.


C. KESIMPULAN

Uraian tentang perencanaan pendidikan diatas yang mencakup pengertian perencanaan dan perencanaan pendidikan, tujuan perencanaan pendidikan, pendekatan yang digunakan dalam perencanaan, Prinsip-prinsip dalam perencanaan, jenis dan lingkungan perencanaan serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perencanaan dapat disimpulakan sebagai berikut :
Pertama, Perencanaan merupakan serangkaian kebijakan dan aturan-aturan untuk dilaksanakan dengan mempertimbangkan peluang, tantangan dan hambatannya dan menentukan arah untuk mencapai tujuan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Kedua, perencanaan pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya menentukan apa yang akan dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bilamana dikerjakan, di mana dikerjakan, berapa biaya yang akan dikeluarkan serta siapa yang mengerjakan, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ketiga, defenisi-defenisi perencanaan dan perencanaan pendidikan yang diuraikan diatas terlihat jelas tujuan dari perencanaan pendidikan adalah untuk menentukan arah pendidikan, pelaku, proses dan untuk mengetahui peluang, hambatan dan tantangan serta kesulitan yang dihadapi lembaga/satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan tingkat kepastian yang tinggi dengan resiko yang kecil.
Keempat, perencanaan pendidikan menggunakan beberapa pendekatan antara laian pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach) dan pendekatan terpadu (Integratif).
Kelima, dalam perencanaan pendidikan menggunakan beberapa prinsip antara lain Prinsip interdisipliner, Prinsip fleksibel, Prinsip efektifitas-efisiensi, Prinsip progress of change, Prinsip objektif, rasional dan sistematis, Prinsip kooperatif-komprehensif, Prinsip human resources development.
Keenam, perencanaan pendidikan menurut jenisnya terdiri dari Perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational planning), Perencanaan pendidikan dari bawah ke atas, Perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational planning), Perencanaan pendidikan mendatar (horizontal educational planning), Perencanaan pendidikan menggelinding (rolling educational planning), Perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up educational planning). Sedangkan ruang lingkup perencanaan pendidikan adalah perencanaan pendidikan Mikro, Messo, dan Makro.
Ketujuh, dalam perencanaan pendidikan hendaknya melalui beberapa tahapan diantaranya dimulai dari tahapan need assessment, yaitu kajian kebutuhan, formulation of goals and objective, yaitu sasaran perencanaan, policy and priority setting, yaitu rumusan prioritas yang akan dilaksanakan, program and project formulation, yaitu proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, feasibility testing, yaitu uji kelayakan, plan implementation, yaitu pelaksanaan perencanaan, evaluation and revision for future plan, yaitu menilai keberhasilan pelaksanaan program.


D. REFERENSI

Suhartini , Andewi. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2009.

Syaefudin Sa’ud, Udin dan Makmun , Abin Syamsuddin. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2007.

Sastro, Anggara. Kajian Pendidikan Bermutu. Jakarta : Rendi Putra Jaya, 2010.

Soenarya, E, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta :Adicita, 2000.

Tafsir, Ahamad. Metodologi Pengajaran Agama Islam . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Usman, H, Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan (Jakarta : Bumi Aksara,2008). Diakses dari /http://drarifin.wordpress.com tanggal 16 maret 2011.

Sumber dari Internet

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2063294-definisi-perencanaan-pendidikan-menurut-para/ Diakses Tgl 16 Maret 2011

http://drarifin.wordpress.com. diakses tanggal 16 Maret 2011

Perencanaan Pendidikan

A. PENDAHULUAN
Perencanaan merupakan langkah awal dari setiap proses untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Proses yang berhasil atau mengeluarkan output yang sesuai dengan apa yang diharapkan sangatlah memerlukan perencanaan yang baik. Akan tetapi apapun pekerjaannya yang dilakukan tanpa melalui perencanaan yang baik maka akan dapat dipastikan menghasilkan output apa adanya sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Perencanaan sangatlah penting sebagai bagian dari manajemen, apalagi bidang yang direncanakan merupakan bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan. Pendidikan dengan menggunakan perencanaan yang matang maka dalam prosesnya akan menghasilkan pendidikan yang baik pula.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam prosesnya mampu mengemangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan dapat mengembangkan daya pikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian diimplikasikan dalam seluruh aktivitas hidupnya.

Untuk mencapai tingkat pendidikan yang baik seperti tersebut diatas, perlulah direncanakan langkah-langkah konkrit sehingga dapat dilaksanakan oleh pelaku pendidikan dan pengelola pendidikan sesuai dengan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang tersedia. Begitu pula sebaliknya pendidikan yang tidak direncanakan dengan baik maka akan berdampak pada proses pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan dan harapan pendidikan pada hakikatnya.
Perancanaan merupakan suatu hal yang sangat konpleks dan cakupan permasalahannya yang sangat luas, apalagi jika dikaitkan dengan masalah pendidikan. Makalah ini akan berbicara tentang defenisi perencanaan dan perencanaan pendidikan dengan harapan pendidikan yang begitu dibutuhkan oleh masyarakat luas nantinya dengan perencaaan yang matang dapat berdaya guna dan sesuai dengan tujuan pendidian pada hakikatnya. Maka dari itu makalah ini akan membahas secara mendetail tentang beberapa hal berikut :
1. Apa dan bagaimna perencanaan pendidikan
2. Apakah tujuan perencanaan pendidikan
3. Apa pendekatan yang digunakan dalam perencanaan
4. Prinsip-prinsip apa saja yang diterapkan dalam perencanaan
5. Apa jenis dan lingkungan perencanaan
6. Bagaimana tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perencanaan

B. PEMBAHASAN
1. Perencanaan Pendidikan
Sebelum kita berbicara terlalu jauh tentang perencanaan pendidikan dan tujuan perencanaan pendidikan, perlu kita pahami terlebih dahulu apa itu perencanaan dan apa pula yang dikatakan dengan pendidikan.
Proses perencanaan merupakan unsur penting dan strategis sebagai pemandu arah pelaksanaan kegiatan dan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas terlaksananya aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional maupun lokal.
Perencanaan merupakan asal kata dari Rencana atau Plan yang berarti dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Perencanaan itu sendiri bermakna sangat kompleks dan dapat didefenisikan dalam berbagai macam ragam tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya serta latar belakang apa yang mempengaruhi orang tersebut dalam merumuskan defenisi perencanaan. Diantara defenisi perencanaan tersebut dirumuskan sebagai berikut :
a. Menurut Prajudi Atmusudirdjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana.
b. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
d. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai dengan yang telah ditentukan.

Dari berbagai defenisi perencanaan diatas dapat kita analisa bahwa perencanaan merupakan serangkaian kebijakan dan aturan-aturan untuk dilaksanakan dengan mempertimbangkan peluang, tantangan dan hambatannya dan menentukan arah untuk mencapai tujuan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Lebih tegas lagi dapat dikemukakan bahwa Perencanaan tersebut bertujuan untuk menjadi jembatan antara teori dengan praktek, dan digunakan untuk mengontrol masa depan melalui apa-apa yang dilakukan pada masa ini. Melalui perencanaan tersebut, seorang juga dapat mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, dan membuat periodisasi aksi dalam meraih tujuan.
Selain dari perencanaan kita juga hendaknya memahami apa itu pendidikan. Para ahli kesulitan mendefenisikan pendidikan hal ini disebabkan karena banyaknya jenis kegiatan serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan itu, masing-masing kegiatan tersebut dapat disebut pendidikan.

Dalam Dictionary of Education, pendidikan merupakan (a) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku dalam masyarakat dimana dia hidup, (b) proses sosial dimana seseorang diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.

Pengertian pendidikan diatas memberi gambaran bahwa pendidikan tersebut memiliki proses dan perkembangan kearah yang lebih optimal. Pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh undang-undang yakni membentuk manusia seutuhnya.
Selanjutnya dari defenisi perencanaan dan defenisi pendidikan diatas, dalam dunia pendidikan juga ada yang dinamakan perencanaan pendidikan. Banyak sekali para pakar pendidikan yang mendefenisikan perencanaan pendidikan diantaranya :
a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch
Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu proses yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
b. Menurut Beeby, C.E.
Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
c. Menurut Y. Dror
Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara.

Pengertian perencanaan pendidikan menurut para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan merupakan proses menentukan langkah dan arah pendidikan dimasa mendatang untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik. Sementara itu Udin Syaefudin juga mengemukakan dalam bukunya Perencanaan Pendidikan pendapat para pakar tentang defenisi perencanaan pendidikan antara lain :
a. Menurut Guruge
Perencanaan Pendidikan merupakan proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
b. Menurut Albert Waterson
Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
c. Menurut Coombs
Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Lebih tegas dikatakan bahwa perencanaan pendidikan itu adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan peserta didik yang dilayani oleh sistem tersebut.

Mengacu pada definisi-defenisi perencanaan pendidikan yang dikemukakan para pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan dapat di definisikan sebagai upaya menentukan apa yang akan dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bilamana dikerjakan, di mana dikerjakan, berapa biaya yang akan dikeluarkan serta siapa yang mengerjakan, untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Tujuan Perencanaan Pendidikan
Defenisi-defenisi perencanaan pendidikan diatas telah memberi gambaran yang jelas tujuan perencanaan pendidikan yakni sebagai arah langkah para pelaku pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Secara rinci ada beberapa tujuan perencanaan pendidikan, antara lain untuk :
a. Standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun;
b. Mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan;
c. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
d. Mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan;
e. Meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan;
f. Memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan;
g. Menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
h. Mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan;
i. Mengarahkan proses pencapaikan tujuan pendidikan.

Sementara itu Depdiknas menjelaskan bahwa perencanaan pendidikan dilingkup sekolah bertujuan untuk (1) menjamin agar perubahan/tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil. (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antar sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antar waktu menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Dari beberapa tujuan perencanaan pendidikan diatas kiranya lebih jelas lagi bahwa tujuan penting perencanaan pendidikan adalah untuk menentukan arah pendidikan, pelaku, proses dan untuk mengetahui peluang, hambatan dan tantangan serta kesulitan yang dihadapi lembaga/satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan tingkat kepastian yang tinggi dengan resiko yang kecil.

3. Pendekatan Perencanaan
Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut.
a. Pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach)
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada:
1) Tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar.
2) Pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf)
3) Pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan.
Model kebutuhan sosial ini, tugas perencanaan pendidikan adalah harus menganalisa kebutuhan pada masa yang akan datang, seperti pertumbuhan penduduk, partisipasi dalam pendidikan, arus siswa dan keinginan masyarakat.
Oleh karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya. Dengan kata lain pendekatan kebutuhan sosial ini merupakan perencanaan pendidikan dengan mempertimbangkan kepentingan utama atau kebutuhan sosial masyarakat pada umumnya.
b. Pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach)
Pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan mengutamakan pada kualitas lulusan dari sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri.
Menurut Guruge pendekatan ketenagakerjaan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (man power atau person power).
Sementara itu menurut Anggara dalam bukunya mengatakan bahwa pendekatan ketenagakerjaan diarahkan agar terciptanya lulusan yang memiliki skills yang dibutuhkan dunia kerja dan perkembangan zaman, sebagai contoh program life skills di sekolah.
c. Pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach)
Perencanaan pendidikan dengan menggunakan pendekatan efektifitas biaya dapat ditinjau dari segi ekonomi atau disebut dengan pendekatan untung rugi dimana pendidikan dengan mengeluarkan biaya yang begitu tinggi diharapkan hasil dari pendidikan tersebut mengarah pada produktivitas lulusan demi menunjang perekonomian masyarakat. Pendekatan ini berpangkat pada konsep Investment in human capital atau investasi pada sumber daya manusia, yangmana setiap investasi harus mendatangkan keutungan yang dapat diukur dengan nilai moneter.
Pendekatan ini memiliki ciri-ciri diantaranya pendidikan yang memerlukan biaya investasi yang besar, maka perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis dan pendekatan ini juga didasarkan pada asumsi bahwa kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik sehingga dapat memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
d. Pendekatan Integratif (Terpadu)
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas, sebab pendekatan ini mengintegrasikan semua pendekatan perencanaan pendidikan secara seimbang dan menyeluruh.
Pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik. Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif antara lain :
1) Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok)
2) Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik
3) Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi) dan pertimbangan layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya
4) Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan merupakan suatu system.
5) Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan. Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah kepala sekolah, guru, siswa, komite, pengawas dan Dinas pendidikan.

4. Prinsip-Prinsip Perencanaan
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
a. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan.
b. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat.
c. Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
d. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
e. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
f. Prinsip kooperatif-komprehensif, artinya perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik.
g. Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan.

5. Jenis dan Lingkungan Perencanaan
Perencanaan pendidikan terdiri dari beberap jenis, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Ditinjau dari tatanan dan cakupannya perencanaan pendidikan ada yang bersifat nasional adapula yang bersifat daerah, ada juga yang bersifat lokal, dan adapula yang bersifat kelembagaan atau institusional bahkan operasional.
Secara spesipik perencanaan pendidikan dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
a. Perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational planning), perencanaan ini sering disebut juga perencanaan pendidikan makro atau perencanaan pendidikan nasional.
b. Perencanaan pendidikan dari bawah ke atas (bottom up educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan Nasional.
c. Perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya, lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi.
d. Perencanaan pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau departemen yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian pendidikan dan kementrian agama dan kementrian social.
e. Perencanaan pendidikan menggelinding (rolling educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.
f. Perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal).
Sedangkan lingkungan atau ruang lingkup yang menjadi bidang perencanaan pendidikan menurut Anggara Sastro dalam bukunya Kajian Pendidikan Bermutu adalah terdiri dari perencanaan pendidikan Mikro, Messo, dan Makro. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Perencanaan pendidikan Mikro adalah perencanaan pada level operasional ditujukan secara khusus untuk memperbaiki kemampuan dan kinerja individu atau kelompok kecil individu. Sebagai contoh adalah silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Perencanaan pendidikan Messo adalah suatu perencanaan level organisasi operasional dan menengah ditujukan secara khusus untuk memperbaiki kinerja organisasi atau satuan pendidikan, seperti rencana pengembangan sekolah
3) Perencanaan pendidikan Makro adalah perencanaan pada level top organisasi yang menjadi rujukan perencanaan messo dan mikro. Perencanaan makro ditujukan secara khusus untuk memperbaiki organisasi secara luas. Contoh perencanaan strategis Departemen Pendidikan Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.

6. Tahapan Perencanaan
Perencanaan Pendidikan yang baik dengan melalui beberapa tahapan sederhana dan logis yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan. Proses dan tahapan perencanaan pendidikan tersebut dapat dijelaskan berikut ini :
Tahapan Pertama, need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang pencapaian program sebelumnya, sumber daya apa yang tersedia, apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
Tahapan Kedua, formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
Tahapan Ketiga, policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
Tahapan Keempat, program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
Tahapan Kelima, feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya. Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
Tahapan Keenam, plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa), iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal.
Tahapan Ketujuh, evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Sementara itu menurut Banghart and Trull mengembangkan tahapan-tahapan perencanaan sebagai berikut :
a. Pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulai kegiatan perencanaan
b. Mengidentifikasi masalah yang mencakup ; menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, mengkaji apa yang telah direncanakan, membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai, sumber daya yang tesedia dan batasannya, serta mengembangkan bagian-bagian perencanaan dan proritas perencanaan.
c. Mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup ; mengkaji permasalahan dan sub permasalahan, pengumpulan data atau tabulasi data, proyeksi.
d. Mengembangkan rencana yang mencakup ; identifikasi kecendrungan-kecendrungan yang ada, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, menyusun rencana.
e. Menilai rencana yang telah disusun
f. Menguraikan rencana yang mencakup ; merumuskan masalah, menyusun hasil rumusan dalam bentuk draf rencana akhir.
g. Melaksanakan rencana yang mencakup ; persiapan perencanaan operasional, persetujuan dan pengesahan rencana, mengatur aparat organisasi.
h. Balikan pelaksanaan perencanaan yang mencakup ; pemantauan pelaksanaan rencana, evaluasi pelaksanaan rencana, mengadakan penyesuaian, mengadakan perubahan rencana atau merancang apa yang perlu dirancang lagi bagaimana rancangannya, dan oleh siapa.

Gambaran tentang proses atau tahapan-tahapan perencaan pendidikan diatas menunjukkan bahwa dalam perencaan harus melibatkan semua komponen pendidikan mulai dari tingkat bawah sampai pada jenjang teratas dan perencaan yang baik juga berpedoman pada hasil dari pelaksanaan perencanaan sebelumnya, dalam kata lain perencaan dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.

C. KESIMPULAN
Uraian tentang perencanaan pendidikan diatas yang mencakup pengertian perencanaan dan perencanaan pendidikan, tujuan perencanaan pendidikan, pendekatan yang digunakan dalam perencanaan, Prinsip-prinsip dalam perencanaan, jenis dan lingkungan perencanaan serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perencanaan dapat disimpulakan sebagai berikut :
Pertama, Perencanaan merupakan serangkaian kebijakan dan aturan-aturan untuk dilaksanakan dengan mempertimbangkan peluang, tantangan dan hambatannya dan menentukan arah untuk mencapai tujuan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Kedua, perencanaan pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya menentukan apa yang akan dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bilamana dikerjakan, di mana dikerjakan, berapa biaya yang akan dikeluarkan serta siapa yang mengerjakan, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ketiga, defenisi-defenisi perencanaan dan perencanaan pendidikan yang diuraikan diatas terlihat jelas tujuan dari perencanaan pendidikan adalah untuk menentukan arah pendidikan, pelaku, proses dan untuk mengetahui peluang, hambatan dan tantangan serta kesulitan yang dihadapi lembaga/satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan tingkat kepastian yang tinggi dengan resiko yang kecil.
Keempat, perencanaan pendidikan menggunakan beberapa pendekatan antara laian pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach) dan pendekatan terpadu (Integratif).
Kelima, dalam perencanaan pendidikan menggunakan beberapa prinsip antara lain Prinsip interdisipliner, Prinsip fleksibel, Prinsip efektifitas-efisiensi, Prinsip progress of change, Prinsip objektif, rasional dan sistematis, Prinsip kooperatif-komprehensif, Prinsip human resources development.
Keenam, perencanaan pendidikan menurut jenisnya terdiri dari Perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational planning), Perencanaan pendidikan dari bawah ke atas, Perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational planning), Perencanaan pendidikan mendatar (horizontal educational planning), Perencanaan pendidikan menggelinding (rolling educational planning), Perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up educational planning). Sedangkan ruang lingkup perencanaan pendidikan adalah perencanaan pendidikan Mikro, Messo, dan Makro.
Ketujuh, dalam perencanaan pendidikan hendaknya melalui beberapa tahapan diantaranya dimulai dari tahapan need assessment, yaitu kajian kebutuhan, formulation of goals and objective, yaitu sasaran perencanaan, policy and priority setting, yaitu rumusan prioritas yang akan dilaksanakan, program and project formulation, yaitu proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, feasibility testing, yaitu uji kelayakan, plan implementation, yaitu pelaksanaan perencanaan, evaluation and revision for future plan, yaitu menilai keberhasilan pelaksanaan program.

D. REFERENSI

Suhartini , Andewi. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2009.

Syaefudin Sa’ud, Udin dan Makmun , Abin Syamsuddin. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2007.

Sastro, Anggara. Kajian Pendidikan Bermutu. Jakarta : Rendi Putra Jaya, 2010.

Soenarya, E, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta :Adicita, 2000.

Tafsir, Ahamad. Metodologi Pengajaran Agama Islam . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Usman, H, Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan (Jakarta : Bumi Aksara,2008). Diakses dari /http://drarifin.wordpress.com tanggal 16 maret 2011.

Sumber dari Internet

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2063294-definisi-perencanaan-pendidikan-menurut-para/ Diakses Tgl 16 Maret 2011

http://drarifin.wordpress.com. diakses tanggal 16 Maret 2011

Jumat, 11 Maret 2011

Substansi Maulid Nabi Muhammad Saw

MEMAKNAI SUBSTANSI PERINGATAN MAULID NABI

Perayaan keagamaan bisa dikategorikan sebagai “bid’ah”, yaitu sesuatu yang tidak pernah diadakan dan dilakukan oleh Nabi Saw. semasa hidupnya. Hanya saja, karena kegiatan seperti ini memiliki maksud yang baik agar bisa memberikan efek positif bagi yang memperingatinya, terutama umat Islam, maka itu bisa diklasifikasikan ke dalam “bid’ah hasanah”.

Begitu juga halnya dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, yaitu peringatan hari kelahiran beliau yang tepat jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal (kurang lebih) 15 Abad yang lalu. Peringatan Maulid baru diselenggarakan ratusan tahun setelah beliau wafat. Ada beberapa versi mengenai awal mula diselenggarakannya perayaan ini. Namun, pendapat yang paling masyhur digagas pertama kali oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (1137-1193).

Awal mulanya, bala tentara Shalahuddin mengalami putus asa menghadapi tentara Nashrani dalam beberapa peperangan (Perang Salib). Lalu, Sultan memerintahkan kepada para ulama agar memberi semangat kepada umat Islam pada hari-hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara pidato-pidato tentang perjuangan beliau. Hasilnya, semangat juang umat Islam pun bangkit sehingga bisa meraih kemenangan dalam berbagai medan perang.

Berangkat dari latar belakang seperti itulah, para ulama kemudian menjadikan peringatan Maulid Nabi Saw. sebagai tradisi dan tentu sangat baik bila kita mengikutinya. Hanya saja, peringatan yang kita lakukan sejatinya tidak bergeser dari semangat Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, yakni mengobarkan semangat juang umat Islam (jihad). Dan, jihad yang dimaksud di sini dan kini bukan lagi secara fisik di medan perang, seperti saat Perang Salib, melainkan secara ruhaniah (jihad an-nafs) dalam bentuk lain. Kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, sikap emosional, dan berbagai perilaku yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw. merupakan obyek jihad sekaligus musuh-musuh kita sekarang. Semuanya itu justru lebih banyak lahir karena kita kurang meneladani Nabi Muhammad Saw.

Berkaitan dengan itu, masih hangat di telinga kita adalah kasus Kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Banten dan Kekerasan atas Kasus Penistaan Agama di Temanggung, yang memprihatinkan dan menciderai kemurnian agama yang sejatinya harus kita jaga. Terhadap sekte Ahmadiyah dan pelaku penistaan agama, sebagian umat Islam bersikap reaktif dengan penuh emosi dan kemarahan terhadapnya sehingga terjadi kekerasan yang tidak kita harapkan. Sikap tersebut bisa jadi merupakan apresiasi komitmen dan loyalitas keberagamaan kita, yang memang belum luntur bahkan mungkin semakin bertambah. Namun demikian, akan lebih baik bila wujud kecintaan tersebut disertai dengan meneladani perilaku beliau yang mulia (akhlâq al-karîmah) itu dalam kehidupan sehari-hari. Sejujurnya harus diakui bahwa perilaku kita masih jauh dari teladan beliau. Nah, bagaimanakah memaknai peringatan Maulid berbarengan dengan adanya kasus Kekerasan Sosial Atas Nama Agama yang terjadi beberapa waktu terakhir ini?

Menimang Kasus
Ada beberapa kemungkinan yang mendasari munculnya kekerasan sosial atas nama agama (Islam) itu, yaitu: Pertama, kesengajaan dari kelompok tertentu untuk memancing kemarahan sehingga umat Islam disibukkan dengan sikap reaktif dan lupa terhadap persoalan dasar yang mereka hadapi. Ada rencana tersembunyi (hidden agenda) yang melatari kasus itu terjadi, yang kita belum tahu arahnya ke mana.

Kedua, ketidakarifan sebagian masyakarat bawah menyikapi perbedaan pemahaman atau penyimpangan agama yang dilakukan sebagian lainnya. Menguatnya puritanisme yang kurang menghargai perbedaan dan menggunakan pendekatan yang cenderung keras (radikal), yang ketepatan dimotori dan dilakukan oleh kelompok-kelompok muslim tertentu, menjadikan citra Islam yang ramah dan penuh kedamaian terkotori bukan hanya di mata masyarakat lokal tapi juga masyarakat internasional.

Kedua, peran aparat hukum dalam mengantisipasi gejala-gejala sosial yang mengarah pada tindakan anarkhis adalah hal yang tidak bisa dilepaskan dalam hampir semua konteksnya. Ketidaksigapan aparat seringkali menjadi alasan ketidaksabaran masyarakat bawah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di atas.

Terlepas dari motif yang melatarbelakanginya, umat Islam sepantasnya tidak perlu bertindak radikal terhadap kasus-kasus penyimpangan agama. Sebab, tindak kekerasan hanya menghabiskan energi dan tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Alih-alih menyelesaikan, justru hal itu bisa memunculkan persoalan baru yang lebih serius.

Dalam menghadapi persoalan semacam itu, umat Islam perlu lebih mengedepankan sikap konstruktif dan mengedepankan kedamaian. Mereka semestinya perlu menyadari, citra Islam yang semakin terpuruk dan sering menjadi bahan olok-olok tidak bisa dilepaskan dari perilaku umatnya yang cenderung kontra-produktif bagi terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan.

Umat Islam jangan sampai larut dalam dekapan emosional yang rendah. Daripada seperti itu, sebaiknya melakukan refleksi diri untuk merajut masa depan yang lebih baik. Mereka dituntut untuk membangun peradaban yang mampu berdiri sejajar sekaligus bersanding secara kompetitif dengan peradaban dunia lain.

Jati Diri Rasulullah
Keberhasilan Rasulullah Muhammad Saw. dalam mengantarkan umatnya meraih kejayaan hidup perlu dijadikan rujukan utama. Sejarah menunjukkan, dalam waktu hanya sekitar dua belas tahun, Nabi berhasil mengubah kehidupan sosial masyarakat Arab yang primordial-sektarianistik menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaraan universal dan bermoral perennial. Dari masyarakat yang amat membanggakan garis keturunan (hierarkis) menjadi masyarakat yang egalitarian.

Kenyataan sejarah menunjukkan keberhasilan Nabi itu sejatinya tidak dapat dilepaskan dari keimanan Rasulullah yang bersifat implementatif. Agama diyakini olehnya sebagai sumber nilai etik yang harus diterjemahkan ke dalam realitas. Kesaksiannya tentang Tauhid (monoteisme) mengantarkan beliau kepada penyikapan terhadap seluruh umat manusia sebagai mahluk Tuhan yang esensinya setara yang harus diperlakukan berdasar nilai-nilai kesetaraan itu.

Dengan pola semacam itu pula Rasulullah menyikapi dan melaksanakan ibadah ritualistik yang bersifat sangat personal. Beliau melakukannya sebagai proses dialog intensif dengan Sang Khalik untuk muhasabah dan memperkaya spiritualitas, yang pada gilirannya dikejawantahkan ke ruang publik dalam bentuk pengembangan moralitas sosial yang luhur.

Baginya, Islam harus menjadi nilai-nilai transformatif yang dapat mengantar manusia kepada pencerahan bagi dirinya dan manusia lain. Pencerahan yang harus diusung ke ruang publik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Di sinilah beliau menunjukkan kapsitasnya sebagai insan “rahmatan lil ‘alamin”.

Tidak berlebihan jika Hodgson (1974) menyatakan, Muhammad insisted on the moral responsbility of human being…… The cosmos of the Qur’an was intensely human and even social.

Berdasar ajaran itu, struktur sosial, budaya, politik, dan segala hal dibenahi. Rasulullah bukan hanya berkutat pada tataran wacana, tetapi ia sekaligus terlibat dalam aksi nyata. Gambaran itulah yang dideskripsikan oleh al-Quran bahwa beliau sebagai contoh tauladan yang baik atau uswatun hasanah (QS. 33: 21).

Nabi menjelaskan signifikansi egalitarianisme, keadilan, dan nilai-nilai luhur lainnya, serta pada saat yang sama beliau sendiri merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kesehariannya, termasuk memberlakukannya terhadap diri-sendiri.

Di atas nilai-nilai itulah umat Islam di masa keemasannya (sejak kepemimpinan Rasulullah) membangun peradaban, mengembangkan sains dan teknologi dalam berbagai disiplin yang berorientasi pada kesejahteraan kehidupan.

Di bawah kepemimpinan Rasulullah dan para khalifah awal yang meneruskannya, umat Islam berkembang (relatif untuk ukuran zamannya) sebagai – meminjam istilah Barry Knight et al. (2002) – good society, suatu masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dalam bidang ekonomi, fisik, dan keamanan, serta dapat mengembangkan asosiasi di antara mereka, dan bisa berpartisipasi aktif dalam mengelola masyarakat secara bersama.

Meneladani Rasulullah
Umat Islam dituntut untuk meneladani Rasulullah melalui pendekatan semiotis-hermeneutik. Mereka sejatinya menguak substansi nilai yang dikembangkan Nabi dan inti tindakan yang dilakukannya. Nilai dan tindakan itu lalu dikontekstualisasikan ke dalam sitiuasi dan kondisi kekinian dengan pola dan bentuk yang bisa berbeda. Pada saat yang sama umat Islam perlu mengembangkan sikap dialogis dan terbuka dengan Barat secara intensif dan tulus, sehingga prakonsepsi dan sikap apriori yang masih ada pada masing-masing dapat dihilangkan, serta kesepahaman dan mutual-respect terbangun dengan kuat.

Dalam kerangka di atas, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. sejatinya tidak hanya diadakan dan disikapi secara seremonial belaka, yang terus berulang dari tahun ke tahun tanpa berimplikasi pada terjadinya perubahan substansial dalam keberagamaan umat. Umat Islam semestinya menjadikan peringatan Maulid Nabi dan peringatan keagamaan lainnya sebagai wahana reflektif untuk pengayaan spiritual, peningkatan kecerdasan emosional, dan memperbaharui diri secara berkesinambungan.

Edi Junaedi;
Pegawai Ditpenais, Bimas Islam,
Kementerian Agama RI
di kutip dari www.kemenag.go.id