Selasa, 26 April 2011

Tujuan Pendidikan

TUJUAN PENDIDIKAN YANG “DISELEWENGKAN”


Oleh : NAZIRWAN, S.Pd.I


Pendidikan dalam pengertian yang luas merupakan kehidupan yang memberi pengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan manusia sedangkan pendidikan dalam pengertian yang sempit merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang menjadi lebih baik dengan berbagai cara diantaranya melalui proses pengajaran.

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kegiatan mendidik merupakan kegiatan memberi pengajaran, membuat seseorang memahami, dan dengan pemahaman yang dimiliki peserta didik dapat mengembangkan potensi diri dengan menerapkan apa yang dipelajari.

Para guru dahulunya berpendapat bahwa tugasnya adalah mengajarkan pengetahuan kepada muridnya. Guru biologi minsalnya hanya memegang sebuah atau beberapa buah buku biologi. Ia merasa tugas pokoknya ialah mengajarkan isi buku itu, bab demi bab sampai tamat. Kadang-kadang bab demi bab itu diajarkan secara berurutan.
Tugasnya dinggap selesai bila buku itu telah selesai atau tamat diajarkan kepada peserta didiknya.

Sekarang pandangan seperti itu telah ditinggalkan. Di Indonesia, sejak tahun 1975 pandangan telah berubah ke orientasi tujuan. Pandangan ini mengajarkan bahwa tugas guru adalah untuk mencapai tujuan atau merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui standar isi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Secara umum tujuan pendidikan tersebut disusun dari tujuan yang terkecil yakni tujuan instruksional, tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga tujuan pendidikan dalam cakupan nasional yakni tujuan pendidikan nasional.

Kalau kita berbicara tentang pendidikan, tentunya tidak akan terlepas dari masalah apa sih sebenarnya tujuan pendidikan itu.
Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula.
Di Indonesia sendiri, dari masalah pendidikan ini akhirnya muncul polemik-polemik yang harus segera dipecahkan. Kalau boleh bicara jujur, sebenarnya pendidikan di Indonesia ini masih dapat dikatakan belum berhasil. Terbukti dengan semakin tingginya angka pengangguran di setiap tahunnya, masih banyaknya kasus-kasus koruptor, premanisme, dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan belumnya berhasil atau belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan pendidikan sejatinya tidaklah hanya mengisi ruang-rauang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, atau memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, akan tetapi lebih kepada mempersiapkan mereka mengenal Tuhan dan sesama untuk mencapai yang lebih besar bagi kekekalan.

Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."

Kiranya tujuan pendidikan tersebut sudah cukup jelas, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dengan demikian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tersebut sesuai dengan harapan masyarakat yakni memanusiakan manusia. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah swt menciptakan manusia di permukaan bumi ini yaitu untuk beriman dan beribadah serta dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah dipermukaan bumi ini. Sebagaimana termaktup dalam al-quran surat Azd Dzariay ayat 56 dan surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” dan “...Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...".

Bila dipelajari di atas kertas, tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Ataukah sejalan dan seirama dengan usaha-usaha pendidikan seperti sarana dan prasarana, kebijakan-kebijakan, konsistensi para guru dan kepala sekolah serta kepala dinas pendidikan ? Jawabannya masih diragukan yang seolah-olah tujuan pendidikan tersebut “diselewengkan” oleh pelaku pendidikan itu sendiri.

Kenyataan yang kita lihat dan kita rasakan dilapangan sangatlah jauh berbeda antara tujuan pendidikan yang diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh guru dan lembaga-lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah yang menjadi tempat anak-anak bangsa ini menimba ilmu dan menempah dirinya untuk dididik menjadi manusia yang sesuai dengan fitrahnya.

Sebagian kecil bukti yang bisa kita lihat kenyataan dilapangan seperti jumlah jam pelajaran yang di alokasikan untuk mata pelajaran pendidikan agama di sekolah yakni antara 2 jam pelajaran sampai 3 jam pelajaran per minggu. Khusus untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar hanya 3 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran = 35 menit). Dan mata pelajaran itu pun hanya diajarkan sebatas SMA saja dan pada sekolah tinggi tidak lagi mahasiswa tersebut di bekali dengan pendidikan agama. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa pendidikan agama tersebut adalah tugas para kiyai dan ulama sehingga pembinaannya diserahkan sepenuhnya kepada orang tua mererka masing-masing, sehingga terkesan pihak sekolah ataupun perguruan tinggi tidak lagi bertanggung jawab dalam hal pendidikan agama siswa atau mahasiswanya.

Belum lagi kenyataan dalam pelaksanaan ujian akhir atau ujian Nasional sebagai salah satu syarat yang menentukan siswa tersebut lulus ataupun tidak lulus dengan sistem kelulusan yang sekarang dimana nilai raport dan nilai ujian sekolah ikut menentukan kelulusan dari siswa, sehingga para guru mata pelajaran yang diikutkan pada ujian Nasional disibukkan dengan berbagai usaha untuk meluluskan siswanya dengan tidak meperhatikan dan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Kenyataan ini ditambah lagi dengan usaha-usaha yang mensukseskan siswa untuk lulus dari sekolah tersebut, yang dimulai dari usaha membentuk tim sukses pelaksanaan ujian dan usaha-usaha lainnya. Celakanya lagi yang ikut membentuk dan menjadi tim sukses tersebut adalah gurunya sendiri yang mendidik dan mengajarkan mata pelajaran tersebut. Boleh dikatakan bahwa “tidak perlu siswa belajar sungguh-sungguh toh nantinya waktu ujian akan ditunjukkin juga??!!” sehingga “tidak perlu guru mengajar sungguh-sungguh toh nanti siswa akan lulus juga??!!” benarkah demikian?? Dimana letak keberhasilan dan pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Bahkan usaha yang dilakukan ini bisa mengakibatkan rusaknya jiwa anak itu sendiri sehingga mereka tidak termotivasi untuk selalu belajar untuk mengembangkan diri sehingga jauh harapan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang kita harapkan.

Berkaitan dengan ujian nasional sebagai syarat yang menentukan kelulusan siswa atau dengan kata lain sebagai alat mengukur tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan. Mata pelajaran pendidikan agama tidak diikut sertakan dalam kelompok yang menentukan kelulusan siswa, sehingga dengan sendirinya akan terbentuk pandangan dan pola pikir siswa dan orang tua siswa yang beranggapan bahwa pendidikan agama tidaklah penting untuk dipelajari sebab tidak diujiankan secara nasional dan tidaklah sebagai mata pelajaran yang menentukan kelulusan. Lagi-lagi usaha pendidikan yang dilakukan belum sejalan dan seirama dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan diatas.

Apakah para guru di tanah air ini mengetahui tujuan pendidikan yang sebenarnya ?, ataukah mereka mengetahui tujuan dari pendidikan namun tidak memahaminya ? bahkan mungkin mereka mengetahui dan memahaminya namun tidak melakukan usaha untuk tercapainya tujuan pendidikan tersebut ?. Sehingga terkesan tujuan pendidikan ini diselewengkan oleh pelaku pendidikan itu sendiri. Apabila kita lari dari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan maka kita akan merasakan sendiri akibatnya, baik sebagai anggota masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Salah satu akibat dari kegagalan produk pendidikan sebagai konsekuensi dari menyelewengkan tujuan pendidikan atau lari dari tujuan pendidikan adalah lahirnya orang-orang pintar yang menduduki jabatan strategis dan berhak mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik akan tetapi tidak dibimbing dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh sehingga kepintarannya disalah gunakan untuk melakukan Korupsi sedangkan kebijakan yang dikeluarkannya hanya mementingkan sebagian orang saja. Selain itu banyak kita temuakan kegiatan premanisme, hidup matrealistis serta mengabaikan agama dengan memandang agama pada nomor yang kesekian, padahal agama adalah landasan pokok tempat berpijak dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.

Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika, matrealisme serta memisahkan agama dengan kehidupan yang dalam hal ini disebut paham sekuralisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan yang dimuat di media masa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.

Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan. sebagaimana diungkapkan dalam al-quran surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya “Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan-tangan manusia“.
Segala urusan dunia ini jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Bahkan yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada keimanan dan ketakwaan.

Sudah seharunya pendidikan ini diselenggarakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yakni mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tentunya tidak semudah membalik telapak tangan perlu perjuangan dan pengorbanan bagi semua lapisan masyarakat khususnya para pelaku pendidikan. Namun yang terpenting adalah sebagai seorang pendidik hendaknya mengetahui dan memahami tujuan pendidikan sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas tidak hanya mengedepankan kemampuan kognitif dari anak didik.

Selain itu, sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan diatas, berupaya mengembangkan sekolah yang berbudaya keagamaan (relegius culture), dan menjadikan agama sebagai program keunggulan disekolah masing-masing.

Khusus untuk anak didik yang beragama Islam sebagai jembatan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan, seharusnya tidak ada lagi anak lulusan sekolah yang tidak bisa membaca Al-Quran. Sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendukung usaha tersebut hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang lulusan siswa sekolah dasar tuntas baca tulis al-quran dan praktek ibadah. Namun apa lagi alasan pemerintah tentang hal tersebut??? Mudah-mudahan saja bila usaha ini kita terapkan, maka sekurang-kurangnya akan memudahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan yang kita harapkan.

Semogaaa.....amin...!!!

Senin, 25 April 2011

Lanadasan Teori

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS


A. LANDASAN TEORI



1. Pengertian Teori



Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik.



Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan unutk menjelaskan dan meramalkan fenomena.



Sitirahayu Haditono (1999), menyatakan bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting, bila ia lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada.



Mark 1963, dalam (Sitirahayu Haditono, 1999), membedakan ada tiga macam jenis teori yaitu :



a. Teori yang deduktif merupakan teori yang memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu kea rah data akan diterangkan.



b. Teori yang induktif adalah cara menerangkan dari data kea rah teori



c. Teori yang fungsional yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.



Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, suatu teori adalah konseptualisasi yang umum diperoleh melalui jalan yang sistematis dan dapat diuji kebenarannya, bila tidak dapat diuji bukanlah suatu teori. Jadi Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Sehingga secara umum teori mempunyai tiga fungsi yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.



Dalam bidang Administrasi pendidikan Hoy & Miskel (2001) mengemukakan definisi teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi.



Berdasarkan yang dikemukakan Hoy & Miskel (2001) tersebut dapat dikemukakan disini bahwa 1) teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis, 2) berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, 3) sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.



Sehingga dapat dikatakan bahwa teori merupakan suatu konsep atau asumsi tentang suatu objek yang digunakan sebagai penjelasan, dan mengungkapkan kebenarannya.



2. Tingkatan dan Fokus Teori



Numan (2003) mengemukakan tingkatan teori (level of theory) menjadi tiga yaitu, micro, meso, dan macro. Micro level theory : small slices of time, space, or a number of people. The concept are usually not nery abstract. Meso-level theory : attempts to llink macro and micro levels or to operate at an intermediate level. Macro level theory : concerns the operation of larger aggregates such as social institutions, entire culture systems, and whole societies it uses more concepts that are abstract. (Tingkat Mikro Teori: irisan kecil waktu, ruang, atau sejumlah orang. Meso tingkat teori: mencoba untuk menghubungkan tingkat makro dan mikro atau untuk beroperasi pada tingkat menengah. Tingkat makro teori: keprihatinan pengoperasian agregat yang lebih besar seperti lembaga sosial, sistem budaya seluruh, dan seluruh masyarakat menggunakan konsep yang lebih yang abstrak)



Selanjutnya focus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan middle range theory. Substantive theory is developed for a specific area of social concern, such as deliquent gangs. Strikes, diforce, or ras relation. Formal theory is developed for a broad conceptual area in fneral theory, such as deviance; socialization, or power. Middle range theory are slightly more abstract than empirical generalization or specific hypotheses. Middle range theories can be formal or substantive. Middle range theory is principally used in sociology to fuede empirical inquiry. (Teori substantif dikembangkan untuk wilayah tertentu dari kepedulian sosial, seperti geng deliquent. Pemogokan, diforce, atau hubungan ras. Teori formal dikembangkan untuk area konseptual yang luas dalam teori fneral, seperti penyimpangan, sosialisasi, atau kekuasaan. berbagai teori Tengah sedikit lebih abstrak dari generalisasi empiris atau hipotesis tertentu. berbagai teori Tengah dapat formal atau substantif. Teori Tengah rentang terutama digunakan dalam sosiologi untuk fuede penyelidikan empiris)



Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data adalah teori subtantif, karena teori ini lebih focus berlaku untuk obyek yang akan diteliti.



3. Kegunaan Teori Dalam Penelitian



Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua penelitian harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis dan sebagai referensi unutk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai.



Cooper and Schindler (2003) menyatakan bahwa keguanaan teori dalam penelitian adalah :



a. Theory narrows the range of fact we need to study (Teori mempersempit kisaran kenyataan kita perlu mempelajari)



b. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning (Teori menyarankan pendekatan penelitian yang mungkin untuk menghasilkan makna terbesar)



c. Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify them in the most meaningful way (Teori menyarankan sistem untuk penelitian untuk memaksakan data untuk mengklasifikasikan mereka dengan cara yang paling berarti)


d. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities that lie beyond immediate observation (Teori merangkum apa yang diketahui tentang objek studi dan menyatakan keseragaman yang berada di luar pengamatan langsung)


e. Theory can be used to predict fact that should be found. (Teori dapat digunakan untuk memprediksi fakta yang harus ditemukan)


Gawin dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyatakan bahwa fungsi teori the theory help the researcher to analyze data to make shorthand summarization or synopsis of data and realations, and to suggest new things to try out. (Teori tersebut membantu peneliti untuk menganalisis data untuk membuat summarization singkatan atau sinopsis data dan realations, dan untuk menyarankan hal-hal baru untuk mencoba). Selanjutnya ciri-ciri teori yang baik menurut Mouly adalah :


a. a theoretical system must permit deduction which be tested empirically


b. a theory must be compatible both with observation and with previously validated theory.


c. Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains the most in the simplest form.


d. Scientific theories must be based on empirical facts and relationship.


a. sistem teoritis harus izin pemotongan yang diuji secara empiris


b. Teori harus kompatibel baik dengan observasi dan dengan teori sebelumnya divalidasi.


c. Teori harus dinyatakan dalam istilah yang sederhana, teori yang terbaik yang menjelaskan paling dalam bentuk yang paling sederhana.


d. Teori-teori ilmiah harus didasarkan pada fakta empiris dan hubungan.




4. Deskripsi Teori


Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variable yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknik tergantung pada jumlah variable yang diteliti.


Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variable-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variable yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.


Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian teori adalah sebagai berikut :


1. Tetapkan nama variable yang diteliti dan jumlah variabelnya.


2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi) sebanyak-banyaknya dan yang relevan dengan setiap variable yang diteliti.


3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topic yang relevan dengan setiap variable yang akan diteliti.


4. Cari defenisi setiap variable yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dan pilih definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.


5. Baca seluruh isi topic buku yang sesuai dengan variable yang akan diteliti, lakukan analisis, renungkan, dan buatlah rumusan denga bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca.


6. Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber ke dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Dan sumber bacaannya digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan.




B. KERANGKA BERPIKIR

Uma Sekaran dalam bukunya Business Research (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variavel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variable independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variable moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variable itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variable tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigm penelitian. Oleh karena itu penyusunan paradigm penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir.

Seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan (Suriasumantri, 1986). Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuawan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variable yang diteliti. Sintesa tenga hubungan variable tersebut, selanjutnya digunakan unutk merumuskan hipotesis.

Langkah-langkah dalam menyusun kerangka pemikiran yang selanjutnya membuahkan hipotesis adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan variable yang diteliti

Langkah awal yang harus dilakukan adalah menetapkan variable yang diteliti. Berapa jumlah variable yang diteliti, dan apakah nama setiap variable, merupakan titik tolak untuk menentukan teori yang dikemukakan.

2. Membaca buku dan hasil penelitian

Setelah variable ditentukan, maka langkah berikutnya adalah membaca buku-buku dan hasil penelitian yang relevan. Buku-buku yang dibaca dapat berbentuk buku teks, ensiklopedia, dan kamus. Hasil penelitian yang dapat dibaca adalah laporan penelitian, journal ilmiah, Sripsi, Tesis, dan Disertasi.

3. Deskripsi teori dan hasil penelitian

Dari buku dan hasil penelitian yang dibaca akan dapat dikemukakan teori-teori yang berkenaan dengan variable yang diteliti. Seperti telah dikemukan, deskripsi teori berisi tentang, definisi terhdap masing-masing variable yang diteliti, uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variable, dan kedudukan antara variable satu dengan yang lain dalam konteks penelitian itu.

4. Analisis kritis terhadap teori dan hasil penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis secara kritis terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang telah dikemukakan. Dalam analisis ini peneliti akan mengkaji apakah teori-teori dan hasil peneltian yang telah ditetapkan itu betul-betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak, karena sering terjadi teori-teori yang berasal dari luar tidak sesuai untuk penelitian di dalam negeri.

5. Analisis komparatif terhadap teori dan hasil penelitian

Analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan antra teori satu dengan teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang terlalu luas.

6. Sintesa kesimpulan

Selanjutnya peneliti melakukan sistesa atau kesimpulan sementara. Perpaduan sintesa antara variable satu dengan variable yang lain akan menghasilkan kerangka berfikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis.

7. Kerangka berfikir

Selanjutnya disusun kerangka berfikir. Kerangka berfikir yang dihasilkan dapat berupa keranka berfikir yang asosiatif/ hubungan maupun komparatif/ perbandingan. Kerangka berfikir asosiatif dapat menggunakan kalimat : jika begini maka akan begitu; jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi. Jika kepemimpinan kepala sekolah baik, maka iklim kerja sekolah akan baik. Jika kebijakan pendidikan dilaksanakan secara baikdan konsisten, maka kualitas SDM di Indonesia akan meningkat pada gradasi yang tinggi.

8. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis. Bila kerangka berfikir berbunyi “jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi”, maka hipotesisnya berbunyi “ada hubungan positif dan signifikan antara kompetensi guru dengan hasil belajar”

Selanjutnya Uma Sekaran (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir yang baik, memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Variable yang diteliti harus dijelaskan

2. Diskusi dalam kerangka berfikir harus dapat menunjukkan dan menjelaskan pertautan/hubungan antar variable yang diteliti dan ada teori yang mendasari.

3. Diskusi juga harus dapat menunjukkan dan menjelaskan apakah hubungan antar variable itu positif atau negative, berbentuk simetris, kausal atau interaktif (timbale balik).

4. Kerangka berfikir tersebut selanjutnya perlu dinyatakan dalam bentuk diagram (paradigm penelitian), sehingga pihak lain dapat memahami kerangka piker yag dikemukakan peneliti.



C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat ekploratif dan deskriptif sering tidak merumuskan hipotesis.

Hipotesis meruapakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang sebenarnya diberikan berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis tehadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiric dengan data.

Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis.

Terdapat dua jenis hipotesis yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis statistic. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang telah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Sedangkan hipotesis statistik hipotesis penelitian jika bekerja dengan sampel. Jika penelitian tidak menggunakan sampel, maka tidak ada hipotesis statistik. Dugaan apakah data sampel itu dapat diberlakukan ke populasi atau tidak, dinamakan hipotesis statistic. Dalam pembuktian ini akan muncul istilah signifikan atau taraf kesalahan atau kepercayaan dari pengujian. Signifikan artinya hipotesis penelitian yang telah terbukti pada sampel itu (baik deskriptif, komparatif, mupun asosiatif) dapat diberlakukan ke populasi.

Contoh hipotesis penelitian yang mengandung hipotesis statistik dapat dilihat sebagai berikut :

1. Ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar dalam sampel dengan populasi. Prestasi belajar anak paling tinggi dengan nilai 6,5 (hipotesis deskriptif, sering tidak dirumuskan dalam penelitian)

2. Terrdapat perbedaan yang signifikan antara semangat belajar anak dari keluarga petani dan nelayan ( hipotesis komparatif, petani dan nelayan adalah sampel)

3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara kerajinan belajar dengan prestasi belajar anak pada sekolah A (hipotesis asosiatif/hubungan; data dari sekolah A diambil dengan sampel) ada hubungan yang positif artinya, bila anak rajin belajar, maka prestasi belajar akan tinggi.



Bentuk-Bentuk Hipotesis

Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat ekspalarasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu : rumusan masalah deskriptif (variable mandiri), komparatif (perbandingan) dan asosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif, dan asosiatif/ hubungan.



Paradigma Penelitian, Rumusan Masalah dan Hipotesis

Paradigma penelitian merupakan pola fikir yang menunjukkan hubungan antara variable yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis dan tekhnik analisis statistic yang akan digunakan.

Setiap paradigm penelitian minimal terdapat satu rumusan masalah penelitian, yaitu masalah deskriptif. Berikut ini contoh judul penelitian, paradigm, rumusan masalah dan hipotesis penelitian.

a. Judul Penelitian

Hubungan antara gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dengan prestasi belajar murid. (gaya kepemimpinan adalah variable independen (X) dan prestasi kerja adalah variable dependen (Y).

b. Paradigma Penelitian


X Y

c. Rumusan Masalah

1. Seberapa baik gaya kepemimpinan kepala sekolah yang ditampilkan ? (bagaimana X)

2. Seberapa baik prestasi belajar siswa ? (bagaimana Y)

3. Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dengan prestasi belajar siswa? (adakah hubungan antara X dan Y?) rumusan masalah asosiatif.

d. Hipotesis Penelitian

1. Gaya kepemimpinan yang ditampilkan Kepala Sekolah (X) ditampilkan kurang baik, dan nilainya paling tinggi 60% dari criteria yang diharapkan.

2. Prestasi belajar siswa (Y) kurang memuaskan, dan nilainya paling tinggi 65.

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dengan prestasi belajara siswa, artinya makin baik kepemimpinan kepala sekolah, maka akan semakin baik pula prestasi belajar siswa.

Untuk bisa diuji dengan statistic, maka data yang didapatkan harus diangkakan. Untuk bisa diangkakan, maka diperlukan instrument yang memiliki skala pengukuran. Untuk judul diatas ada dua instrument yaitu instrument gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan prestasi belajar siswa.



Karakteristik Hipotesis Yang Baik

a. Merupakan dugaan terhadap keadaan variable mandiri, perbandingan keadaan variable pada berbagai sampel, dan merupakan dugaan tentang hubungan antara dua variable atau lebih. (pada umumnya hipotesis deskriptif tidak dirumuskan)

b. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran.

c. Dapat diuji denan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah.

Sabtu, 16 April 2011

Sejarah Kota Madinah Al-Munarrawah

Madinah atau Madinah Al Munawwarah: مدينة رسول الله atau المدينه, (juga Madinat Rasul Allah, Madīnah an-Nabī) adalah kota utama di Arab Saudi. Merupakan kota yang ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Disana terdapat Masjid Nabawi yang memiliki pahala dan keutamaan bagi kaum Muslimin. Dalam Hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa :”Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) memiliki pahala 10000x dan Shalat di Masjidil Haram (Mekkah) memiliki pahala 100000x”
Kota ini dewasa ini memiliki penduduk sekitar 600.000 jiwa. Bagi umat Muslim kota ini dianggap sebagai kota suci kedua. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, kota ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam. Dari kota ini Islam lalu menyebar ke seluruh jazirah Arabia dan lalu ke seluruh dunia.

Kota ini berjarak kurang lebih 600 km di sebelah Utara Kota Mekkah. Pada masa lalu memerlukan waktu cukup lama untuk mencapai Madinah (kurang lebih satu bulan) dengan menggunakan Unta. Sedangkan saat ini dapat ditempuh kurang lebih 6 jam melalui jalan bebas hambatan yang dibangun oleh pemerintah Arab Saudi. Pada masa kekuasaan Usmaniyah Turki, terdapat jalur kereta api yang menghubungkan Madinah dengan Amman (Yordania) serta Damaskus (Syria). yang merupakan bagian dari jalur kereta api Istambul (Turki)-Haifa (Israel) yang dikenal dengan nama Hejaz Railway. Kini jalur itu sudah tidak ada lagi dan stasiun kereta api Madinah dijadikan Museum. Jalur ini dahulu digunakan untuk kelancaran pengangkutan jamaah haji. Saai ini selain menggunakan jalan darat, kota Madinah dapat diakses melalui Udara dengan badara berskala internasional yang terutama digunakan pada musim haji selain bandara king Abdul Aziz di Jeddah Secara geografis, kota ini datar yang dikelilingi gunung dan bukit bukit serta beriklim gurun

Kota Madinah pada masa sebelum perkembangan Islam dikenal dengan nama Yathrib. Dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah kota ini diganti namanya menjadi Madinah sebgai pusat perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota ini menjadi pusat penerus Nabi Muhammad yang dikenal dengan pusat khalifah. Terdapa tiga Khalifah yang memerintah dari kota ini yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Pada masa Ali bin Abi Thalib pemerintahan dipindahkan ke Kufah di Irak karena terjadi gejolak politik akibat terbununya khalifah Utsman oleh kaum pemberontak.Selanjutnya ketika kekuasaan beralih kepada bani Umayyah, maka pemerintahan dipindahkan ke Damaskus dan ketika pemerintahan berpindah kepada bani Abassiyah, pemerintahan dipindahkan ke kota Baghdad. Pada masa Nabi Muhammad SAW, penduduk kota madinah adalah orang yang beragama Islam dan orang Yahudi yang dilindungi keberadaannya. Namun karena penghianatan yang dilakukan terhadap penduduk Madinah ketika perang Ahzab, maka kaum Yahudi diusir keluar Madinah.

1. Kesucian Kota Madinah

1). Anas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Madinah itu haram (tanah suci) dari ini sampai ini, tidak boleh dipotong (ditebang) pohonnya, dan tidak boleh dilakukan bid’ah di dalamnya. Barangsiapa yang membuat bid’ah (atau melindungi orang yang berbuat bid’ah) di dalamnya, maka ia terkena laknat Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya.”

2). Abu Hurairah r.a. berkata, “Seandainya saya melihat biawak memakan rumput di Madinah, niscaya saya tidak akan menghardiknya.” Nabi saw. bersabda, “Apa yang ada di antara dua batu hitam (tanda pembatas) Madinah itu diharamkan lewat lisanku.” (Dalam satu riwayat: “Apa yang ada di antara dua batu hitam Madinah adalah haram.”) Abu Hurairah berkata, “Nabi mendatangi bani Haritsah, lalu beliau bersabda, “Saya kira kalian wahai bani Haritsah, telah keluar dari Tanah Haram.” Kemudian beliau berpaling dan bersabda, “Namun, kalian masih ada di Tanah Haram.”

2. Keutamaan Madinah dan Bahwa Madinah Itu Melenyapkan Manusia yang Buruk-Buruk

Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Saya diperintahkan pergi ke suatu desa yang memakan desa-desa yang lain, mereka menyebutnya Yatsrib. Yaitu, Madinah, yang meniadakan manusia (yang buruk) sebagaimana ubupan (embusan tukang besi) meniadakan kotoran besi.”



3. Orang Yang Membenci Madinah

1)Abu Hurairah r.a. berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Mereka meninggalkan Madinah atas keadaannya yang terbaik. Ia tidak didatangi selain oleh pencari rezeki (yang beliau maksudkan adalah binatang buas dan burung). Akhir orang yang dikumpulkan adalah dua orang penggembala dari (kabilah) Muzainah, yang mau ke Madinah. Keduanya berteriak memanggil-manggil kambingnya. Kemudian mereka mendapatinya telah menjadi binatang liar. Sehingga, setelah keduanya sampai di Tsaniyatul Wada’, mereka tersungkur pada kedua wajahnya.’”

2) Sufyan bin Abu Zuhair r.a. berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaman itu akan ditaklukkan. Maka, datanglah satu kaum yang menggiring binatangnya. Mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya, sedang Madinah itu lebih baik bagi mereka. Seandainya mereka mengetahui Syam itu akan ditaklukkan, maka akan datang padanya suatu kaum dengan menggiring binatang ternaknya dan membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya. Irak akan ditaklukkan, maka datanglah suatu kaum yang menggiring binatangnya. Lalu, mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya.”


4. Iman Itu Akan Berhimpun ke Madinah

Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu berkumpul ke Madinah sebagaimana ular berkumpul di lubangnya.”

5. Dosa Orang yang Bermaksud Berbuat Buruk terhadap Para Penghuni Kota Madinah


Sa’ad r.a. berkata, “Saya mendengar Nabi bersabda, ‘Tidaklah seseorang membuat tipu daya terhadap penghuni Madinah melainkan ia akan hancur sebagaimana hancurnya garam dalam air.’”

6. Benteng-Benteng Kota Madinah

Usamah r.a. berkata, “Nabi naik ke salah satu benteng Madinah lalu beliau bersabda, ‘Apakah kalian melihat apa yang aku lihat? (Mereka menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda 8/89) ‘Sesungguhnya aku melihat tempat-tempat terjadinya fitnah di sela-sela rumah-rumah kamu seperti tempat tempat jatuhnya tetesan air hujan.’”


7. Dajal Tidak Bisa Memasuki Kota Madinah

1) Abu Bakrah mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah masuk kota Madinah ketakutan terhadap Masih ad-Dajal, (dan 8/102) pada hari itu Madinah mempunyai tujuh buah pintu gerbang, di atas setiap pintu ada dua malaikat.”

2)Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Pada pintu-pintu kota Madinah ada malaikat yang menyebabkan tha’un ‘wabah’ dan Dajal tidak memasukinya.’”

3) Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Tidak ada suatu negeri kecuali akan dimasuki oleh Dajal selain kota Mekah dan Madinah yang setiap pintu gerbangnya ada malaikat-malaikat yang berbaris menjaganya, (maka Dajal dan wabah tha’un tidak akan dapat mendekatinya insya Allah 8/103), (dan dalam satu riwayat: Dajal datang sehingga turun di sudut kota Madinah 8/102). Kemudian Madinah menggoncang penghuninya tiga kali. Sehingga, Allah mengeluarkan seluruh orang kafir dan munafik.”

4) Abu Sa’id al Khudri r.a. berkata, “Rasulullah menceritakan kepada kami sebuah cerita panjang tentang Dajal. Beliau menceritakan Dajal itu kepada kami dengan bersabda, ‘Dajal itu akan datang dan ia diharamkan masuk pintu Madinah. Lalu, ia singgah di sebagian kota Madinah yang gersang (dalam satu riwayat: di dekat Madinah). Pada saat itu keluarlah seorang laki-laki yang merupakan sebaik-baik manusia atau dari golongan manusia yang terbaik. Ia berkata, ‘Saya bersaksi bahwa kamu adalah Dajal yang Rasulullah telah menceritakan kepada kami tentang kamu.’ Lalu Dajal berkata, ‘Bagaimana pendapatmu, jika aku matikan orang ini kemudian aku hidupkan lagi, apakah kamu masih meragukan terhadap persoalan itu?’ Mereka menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian ia menghidupkan lalu mematikannya. Ketika menghidupkannya, ia berkata, ‘Demi Allah, saya tidak pernah dapat melihat engkau yang lebih jelas daripada yang aku lihat hari ini.’ Lalu, Dajal berkata, ‘Saya bunuh dia.’ (Dalam satu riwayat: Lalu Dajal hendak membunuhnya). Namun, ia tidak diberi kekuasaan terhadapnya.”


8. Madinah Itu Dapat Melenyapkan Apa-Apa yang Buruk

Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Ketika Nabi pergi ke Uhud, sebagian orang dari sahabat beliau kembali pulang (dan para sahabat Nabi pada waktu itu terbagi menjadi dua kelompok 5/31). Lalu yang satu golongan berkata, ‘Kita bunuh mereka.’ Golongan yang lain berkata, ‘Tidak, jangan bunuh mereka!’ Maka, turunlah ayat 88 surah an-Nisaa’, ‘Maka, mengapa kamu terpecah menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri?’ Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya kota Madinah itu adalah (negeri yang bagus 5/181), ia mengeluarkan orang-orang (dalam satu riwayat: dosa-dosa, dan dalam riwayat lain: kotoran yakni manusia-manusia kotor),[1] sebagaimana halnya api membersihkan karat besi (dalam satu riwayat: karat perak).”



9. Raudhah (Taman)

1) Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Di antara rumahku[2] dengan mimbarku terletak sebuah raudhah (taman) dari taman-taman surga. Mimbarku itu ada di atas telagaku.”

2) Aisyah r.a. berkata, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal jatuh sakit. (Lalu saya menemui keduanya, saya berkata, ‘Duhai Ayahanda, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?’ 7/5). Abu Bakar apabila terserang demam ia mengucapkan:

‘Setiap orang berpagi-pagi di kalangan keluarganya.

Sedang kematian lebih dekat daripada sepasang sandalnya’

Dan Bilal, apabila demamnya telah hilang, ia menarik suara dengan perkataannya:

‘Ketauhilah, merinding bulu romaku

Apakah nanti malam aku masih bermalam

Di sebuah lembah

Sedang di sekitarku ada pohon idzkhir dan pohon jalil?

Apakah pada suatu hari aku akan sampai ke perairan Majannah
Apakah akan tampak bagiku (bukit) Syamah dan Thafil?’
Ia berkata, ‘Ya Allah, laknatilah Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, dan Umayyah bin Khalaf sebagaimana mereka telah mengusir kami dari tanah kami ke tanah waba ‘wabah’.’ Lalu aku datang kepada Rasulullah menginformasikan hal itu. (4/246) Beliau berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada Madinah seperti cinta kami terhadap Mekah atau bahkan melebihinya. Ya Allah, berkahilah di dalam (takaran) sha’ kami dan mud kami, sehatkanlah Madinah kepada kami, dan pindahkanlah panasnya ke Juhfah.’” Aisyah berkata, “Kami datang ke Madinah yang waktu itu merupakan bumi Allah yang paling banyak wabahnya.” Ia berkata, “Buth-han waktu itu mengalirkan air.” Ia maksudkan air yang telah berubah warna dan baunya.

3) Umar r.a. berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah aku suatu anugerah, yaitu mati syahid di jalan-Mu (yakni dalam membela agama Mu), dan jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu.”

Catatan Kaki:


[1] Riwayat terakhir ini lebih akurat, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh.

[2] Demikian pula yang tercantum dalam hadits Abdullah bin Zaid al-Mazini pada nomor 616 di muka, dan inilah yang mahfuzh (akurat). Pada beberapa kitab hadits di luar Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dengan lafal qabrii ‘kuburku ‘, dan riwayat ini tidak mahfuzh. Seakan-akan ini merupakan periwayatan dengan makna. Karena, semasa hidup Rasulullah tidak ada kubur di situ sehingga dapat dibatasi tempat itu dengan kubur tersebut.

Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari – M. Nashiruddin Al-Albani – Gema Insani Press