Rabu, 04 Mei 2011

Tujuan Pendidikan Yang "Diselewengkan"

TUJUAN PENDIDIKAN YANG “DISELEWENGKAN”
Oleh : NAZIRWAN, S.Pd.I

Pendidikan dalam pengertian yang luas merupakan kehidupan yang memberi pengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan manusia sedangkan pendidikan dalam pengertian yang sempit merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang menjadi lebih baik dengan berbagai cara diantaranya melalui proses pengajaran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kegiatan mendidik merupakan kegiatan memberi pengajaran, membuat seseorang memahami, dan dengan pemahaman yang dimiliki peserta didik dapat mengembangkan potensi diri dengan menerapkan apa yang dipelajari.
Para guru dahulunya berpendapat bahwa tugasnya adalah mengajarkan pengetahuan kepada muridnya. Guru biologi minsalnya hanya memegang sebuah atau beberapa buah buku biologi. Ia merasa tugas pokoknya ialah mengajarkan isi buku itu, bab demi bab sampai tamat. Kadang-kadang bab demi bab itu diajarkan secara berurutan. Tugasnya dinggap selesai bila buku itu telah selesai atau tamat diajarkan kepada peserta didiknya.
Sekarang pandangan seperti itu telah ditinggalkan. Di Indonesia, sejak tahun 1975 pandangan telah berubah ke orientasi tujuan. Pandangan ini mengajarkan bahwa tugas guru adalah untuk mencapai tujuan atau merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui standar isi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara umum tujuan pendidikan tersebut disusun dari tujuan yang terkecil yakni tujuan instruksional, tujuan kurikuler, tujuan institusional, hingga tujuan pendidikan dalam cakupan nasional yakni tujuan pendidikan nasional.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan, tentunya tidak akan terlepas dari masalah apa sih sebenarnya tujuan pendidikan itu. Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula. Di Indonesia sendiri, dari masalah pendidikan ini akhirnya muncul polemik-polemik yang harus segera dipecahkan. Kalau boleh bicara jujur, sebenarnya pendidikan di Indonesia ini masih dapat dikatakan belum berhasil. Terbukti dengan semakin tingginya angka pengangguran di setiap tahunnya, masih banyaknya kasus-kasus koruptor, premanisme, dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan belumnya berhasil atau belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan pendidikan sejatinya tidaklah hanya mengisi ruang-rauang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, atau memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, akan tetapi lebih kepada mempersiapkan mereka mengenal Tuhan dan sesama untuk mencapai yang lebih besar bagi kekekalan.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Kiranya tujuan pendidikan tersebut sudah cukup jelas, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dengan demikian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tersebut sesuai dengan harapan masyarakat yakni memanusiakan manusia. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah swt menciptakan manusia di permukaan bumi ini yaitu untuk beriman dan beribadah serta dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah dipermukaan bumi ini. Sebagaimana termaktup dalam al-quran surat Azd Dzariay ayat 56 dan surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” dan “...Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...".
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Ataukah sejalan dan seirama dengan usaha-usaha pendidikan seperti sarana dan prasarana, kebijakan-kebijakan, konsistensi para guru dan kepala sekolah serta kepala dinas pendidikan ? Jawabannya masih diragukan yang seolah-olah tujuan pendidikan tersebut “diselewengkan” oleh pelaku pendidikan itu sendiri.
Kenyataan yang kita lihat dan kita rasakan dilapangan sangatlah jauh berbeda antara tujuan pendidikan yang diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh guru dan lembaga-lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah yang menjadi tempat anak-anak bangsa ini menimba ilmu dan menempah dirinya untuk dididik menjadi manusia yang sesuai dengan fitrahnya.
Sebagian kecil bukti yang bisa kita lihat kenyataan dilapangan seperti jumlah jam pelajaran yang di alokasikan untuk mata pelajaran pendidikan agama di sekolah yakni antara 2 jam pelajaran sampai 3 jam pelajaran per minggu. Khusus untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar hanya 3 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran = 35 menit). Dan mata pelajaran itu pun hanya diajarkan sebatas SMA saja dan pada sekolah tinggi tidak lagi mahasiswa tersebut di bekali dengan pendidikan agama. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa pendidikan agama tersebut adalah tugas para kiyai dan ulama sehingga pembinaannya diserahkan sepenuhnya kepada orang tua mererka masing-masing, sehingga terkesan pihak sekolah ataupun perguruan tinggi tidak lagi bertanggung jawab dalam hal pendidikan agama siswa atau mahasiswanya.
Belum lagi kenyataan dalam pelaksanaan ujian akhir atau ujian Nasional sebagai salah satu syarat yang menentukan siswa tersebut lulus ataupun tidak lulus dengan sistem kelulusan yang sekarang dimana nilai raport dan nilai ujian sekolah ikut menentukan kelulusan dari siswa, sehingga para guru mata pelajaran yang diikutkan pada ujian Nasional disibukkan dengan berbagai usaha untuk meluluskan siswanya dengan tidak meperhatikan dan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Kenyataan ini ditambah lagi dengan usaha-usaha yang mensukseskan siswa untuk lulus dari sekolah tersebut, yang dimulai dari usaha membentuk tim sukses pelaksanaan ujian dan usaha-usaha lainnya. Celakanya lagi yang ikut membentuk dan menjadi tim sukses tersebut adalah gurunya sendiri yang mendidik dan mengajarkan mata pelajaran tersebut. Boleh dikatakan bahwa “tidak perlu siswa belajar sungguh-sungguh toh nantinya waktu ujian akan ditunjukkin juga??!!” sehingga “tidak perlu guru mengajar sungguh-sungguh toh nanti siswa akan lulus juga??!!” benarkah demikian?? Dimana letak keberhasilan dan pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Bahkan usaha yang dilakukan ini bisa mengakibatkan rusaknya jiwa anak itu sendiri sehingga mereka tidak termotivasi untuk selalu belajar untuk mengembangkan diri sehingga jauh harapan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang kita harapkan.
Berkaitan dengan ujian nasional sebagai syarat yang menentukan kelulusan siswa atau dengan kata lain sebagai alat mengukur tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan. Mata pelajaran pendidikan agama tidak diikut sertakan dalam kelompok yang menentukan kelulusan siswa, sehingga dengan sendirinya akan terbentuk pandangan dan pola pikir siswa dan orang tua siswa yang beranggapan bahwa pendidikan agama tidaklah penting untuk dipelajari sebab tidak diujiankan secara nasional dan tidaklah sebagai mata pelajaran yang menentukan kelulusan. Lagi-lagi usaha pendidikan yang dilakukan belum sejalan dan seirama dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan diatas.
Apakah para guru di tanah air ini mengetahui tujuan pendidikan yang sebenarnya ?, ataukah mereka mengetahui tujuan dari pendidikan namun tidak memahaminya ? bahkan mungkin mereka mengetahui dan memahaminya namun tidak melakukan usaha untuk tercapainya tujuan pendidikan tersebut ?. Sehingga terkesan tujuan pendidikan ini diselewengkan oleh pelaku pendidikan itu sendiri. Apabila kita lari dari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan maka kita akan merasakan sendiri akibatnya, baik sebagai anggota masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu akibat dari kegagalan produk pendidikan sebagai konsekuensi dari menyelewengkan tujuan pendidikan atau lari dari tujuan pendidikan adalah lahirnya orang-orang pintar yang menduduki jabatan strategis dan berhak mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik akan tetapi tidak dibimbing dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh sehingga kepintarannya disalah gunakan untuk melakukan Korupsi sedangkan kebijakan yang dikeluarkannya hanya mementingkan sebagian orang saja. Selain itu banyak kita temuakan kegiatan premanisme, hidup matrealistis serta mengabaikan agama dengan memandang agama pada nomor yang kesekian, padahal agama adalah landasan pokok tempat berpijak dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika, matrealisme serta memisahkan agama dengan kehidupan yang dalam hal ini disebut paham sekuralisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan yang dimuat di media masa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan. sebagaimana diungkapkan dalam al-quran surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya “Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan-tangan manusia“.
Segala urusan dunia ini jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Bahkan yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada keimanan dan ketakwaan.
Sudah seharunya pendidikan ini diselenggarakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yakni mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tentunya tidak semudah membalik telapak tangan perlu perjuangan dan pengorbanan bagi semua lapisan masyarakat khususnya para pelaku pendidikan. Namun yang terpenting adalah sebagai seorang pendidik hendaknya mengetahui dan memahami tujuan pendidikan sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas tidak hanya mengedepankan kemampuan kognitif dari anak didik.
Selain itu, sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan diatas, berupaya mengembangkan sekolah yang berbudaya keagamaan (relegius culture), dan menjadikan agama sebagai program keunggulan disekolah masing-masing.
Khusus untuk anak didik yang beragama Islam sebagai jembatan untuk mendekatkan pada tujuan pendidikan, seharusnya tidak ada lagi anak lulusan sekolah yang tidak bisa membaca Al-Quran. Sebagai usaha yang bisa kita lakukan untuk mendukung usaha tersebut hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang lulusan siswa sekolah dasar tuntas baca tulis al-quran dan praktek ibadah. Namun apa lagi alasan pemerintah tentang hal tersebut??? Mudah-mudahan saja bila usaha ini kita terapkan, maka sekurang-kurangnya akan memudahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan yang kita harapkan.
Semogaaa.....amin...!!!


BIODATA PENULIS
NAMA : NAZIRWAN, S.Pd.I
Tempat Tugas : SD Negeri 131/IV Telanipura
Alamat Sekolah: Jl.Kapten.A.Khatib RT.14 Kelurahan Pematang Sulur
Alamat Rumah : Jl. Yulius Usman RT.23 No.54 Kelurahan Pematang Sulur
Telp. Sekolah : 0741-65829
HP : 085266769583

Tidak ada komentar:

Posting Komentar